Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), bahkan menyatakan 60 % pulau di Indonesia belum bernama dan belum resmi berkekuatan hukum, sehingga rentan dicaplok negara lain.
Fungsi negara adalah menegakkan pagar kedaulatan, dan tidak sebaliknya: membuka pagar dan pintu rumah selebar-lebarnya bagi siapa saja demi dan atas nama privatisasi. Masih ingat bagaimana nasib 109 kepala keluarga nelayan di Gili Sunut, salah satu pulau kecil di Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang terusir kehidupannya dari pantai lalu dipindahkan ke lereng terjal dan sulit akses ke laut?
9 Ramadhan, Sukarno, kerelaan diri menjadi tumbal bagi tegaknya martabat bangsa bukan sekadar cerita sejarah masa lalu. Kita tengah ditantang untuk tidak menjadikan rakyat dan bangsa sendiri sebagai tumbal demi nafsu menjadi kaya dan berkuasa.
Kita tidak ingin anak cucu melupakan kandungan nilai lagu “Dari Sabang Sampai Merauke” lalu menggantinya dengan lagu “Bukan Milik Kami”. Bukan hanya tanah, ladang dan sawah. Bukan hanya hamparan kekayaan di bumi Nusantara. Bukan hanya pengambilan keputusan nasional. “Bukan Milik Kami” bisa mencapai puncak kulminasi tragedi ketika merampas harga diri dan martabat bangsa.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia akan tegak seiring dengan ditegakkannya pagar kedaulatan martabat dan harga diri bangsa. Pagar adalah batasan—sadar akan batas merupakan sebidang kedalaman yang perlu disadari benar pada Ramadhan yang indah ini. Pagar kedaulatan itu, tentu saja, kita yang menegakkannya di dalam kesadaran jiwa masing-masing. Kita berdaulat sebagai pribadi, berdaulat sebagai bangsa, berdaulat dalam jalinan Bhineka Tunggal Ika. Semoga. []
jagalan 07.06.17
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H