Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dua Gadis Belia yang Membelah Sikap Publik

31 Mei 2017   00:43 Diperbarui: 31 Mei 2017   01:31 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.bbc.com/

Afi dan Haider merobohkan sekat-sekat berpikir yang diam-diam publik telah menerabasnya. Kita menyebutnya tabu. Namun, bagi generasi seusia Afi dan Haider tabu dan “tabu” itu berbeda. Sensifitas yang menyertai topik yang dianggap tabu menjadi luntur di jari-jari Afi dan Haider. Mereka menulisnya secara terbuka. Pada konteks ini “Warisan” membuka kedok dan tabiat publik yang mudah menyangkal rangkaian fakta yang membelenggu mereka dalam pertengkaran-pertengkaran.

Bumi semakin tua, dan lahirlah bayi-bayi polos dan jujur, meneriakkan tangis tentang kenyataan intoleransi, penindasan, dehumanisasi, ketimpangan, ancaman iklim global, terorisme, AIDS. Kita pun sibuk berdebat, saling menyangkal, saling membenarkan, saling menyalahkan sembari luput mencermati dan menimbang secara akurat dan presisi, mengapa keluguan dan kejujuran generasi Afi dan Haider seperti menelanjangi ketidakbecusan kita menyelenggarakan kehidupan yang adil dan beradab.

Di tengah riuh rendah itu semua, satu hal yang pasti sudah kita lakukan—mengurung Afi dan Haider sebagai kebenaran atau kesalahan final. Saya tidak menggunakan kata “menghakimi”, sebab seorang hakim harus memiliki sikap yang “titis”—seperti ujung jarum—yang menancap di selembar kain keadilan. Dan kita masih jauh dari kesanggupan itu.

Mungkin kita ini seperti linggis—keras, kaku dan berujung tumpul, lalu menggunakannya untuk ngepruk apa yang berbeda dengan kita.

Terlepas dari cuaca yang mengkondisikan kita gampang larut dalam situasi pro dan kontra, kita perlu menggeser atau membenahi mata kamera agar fokus dan adil memandang fakta-fakta. Tulisan “Warisan” Afi dan petualangan seks Haider secara obyketif dimuati oleh beberapa kesalahan dan keteledoran. Namun, itu bukan satu-satunya bahan untuk menghardik.

Kita mengenal personalitas dan identitas, dan terkait dua hal itu “Warisan” memang kabur menampilkannya. Tidak apa. Cakrawala kebenaran masih terbentang luas untuk Afi. Dan apakah kita yakin, generasi di sekitar kita tidak melakukan petualangan serupa Haider?

Mengutuk dan menyangkal memang nikmat, minimal nafsu “marah-marah” terlampiaskan. Lega. Plong. Marem. Puas. Menghadapi generasi Afi dan Haider tidak bisa mengandalkan sikap saling mengutuk dan menyangkal. Mereka adalah anak-anak zaman yang akan menghuni masa depan. Tuhan sengaja menghadirkan mereka untuk menegur dan menakar kualitas rasa kemanusiaan kita. Atau jangan-jangan sebagian rasa kemanusiaan itu telah krowok, dikikis oleh egoisme dan materialisme, yang diam-diam menjadi berhala sesembahan kita?

Ah, semoga tidak. []   

jagalan, 30.05.17

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun