Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Blindsight", "Bondo Nekad" dan Rakyat yang Tangguh

5 Mei 2017   16:02 Diperbarui: 6 Mei 2017   14:15 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto; http://sorendreier.com/

Menanggapi hal sangat luar biasa itu, Profesor Dutton memberi saran kepada Cunning. “Jangan terlalu banyak berpikir, pergi dan lakukanlah. Jangan berpikir terlalu banyak di benak Anda!”

Cunning pun mengamini saran tersebut. “Itu adalah alam bawah sadar saya yang menunjukan bagaimana menyelesaikan tugas dan menghindari benturan dengan kursi,” tuturnya.

Blindsight dan Bondo Nekad

Jadi, menyelesaikan pekerjaan atau tantangan secara “blindsight” adalah silahkan Anda ganti rintangan berupa “kursi” itu dengan hasil identifikasi persoalan atau hambatan yang akan dilalui. Setelah itu, jangan terlalu banyak berpikir, pergi, dan lakukanlah!

Beberapa waktu lalu, di Kompasiana saya pernah menulis salah satu keunggulan rakyat Nusantara adalah bukan hanya mampu menghitung rintangan dan hambatan secara rasional. Berhubung hidup itu berjalan tidak terutama karena sesuai dengan kehendak atau kemauan kita—maka, salah satu “soft-skill” yang perlu dimiliki bukan hanya tekap, tapi nekad.

Nekad—pada kadar tertentu memang tidak rasional. Namun, apa ungkapan mental yang tepat untuk menggambarkan semangat 10 Nopember melawan mesin perang Belanda, selain Arek-Arek Suroboyo itu memang nekad? Bonek alias bondo nekad tidak selalu berkonotasi negatif.

Kita tetap berhitung secara rasional, namun menjalani hidup tidak cukup dengan berhitung—seandainya, seumpama, bagaimana jika, apa yang terjadi kalau dan seterusnya. Lalu kapan kita lompat menyelesaikan tantangan?

Nekad adalah blindsight, dimana kita berbagi tugas dengan Tuhan. Kita menyelesaikan tugas sesuai wilayah kemakhlukan. Di luar wilayah yang tidak terjangkau oleh probabilitas rasional bahkan imajinasi, kita yakin Tuhan akan menyelesaikannya.

Kita pun kerap menjumpai arek-arek Nusantara menjalani hidup cukup berbekal bismillah. “Sudah yakin? Wes yo? Kalau sudah, ayo! Bismillaah!

Penguasa negeri ini harus bersyukur. Mereka tidak terlalu direpoti oleh rakyat. Ungkapan: “Teruslah bekerja. Teruslah mencari nafkah. Teruslah berbagi kebaikan. Jangan terlalu berharap pada negara!” menunjukkan sikap rakyat yang ketangguhannya tidak main-main—ya berkat sikap nekad dan blindsight itu.

Apa kata Cunning terkait pengalaman blindsight? “Ini aneh, ada hal-hal yang saya lihat tapi saya seharusnya tidak bisa karena saya buta.” Barangkali pengalaman Cunning berbeda dengan yang kita alami. Ada hal-hal yang tidak kita lihat, padahal kita seharusnya bisa melihat karena kita tidak buta.[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun