Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mencermati "Kenapa Hidup Harus Sesusah Ini?"

19 April 2017   13:38 Diperbarui: 19 April 2017   19:00 2616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdagang akik dan tahu solet adalah sepenggal aktivitas di tengah rangkaian menjalani “sembahyang” hidup mereka. Laba tidak harus dan selalu berupa uang yang banyak. Menjadi teman ngobrol yang menyenangkan bagi mereka yang sedang sumpek di rumah merupakan laba akhirat yang tak kalah menggiurkan. Pada kasunyatan hidup itu Mbah Man dan Pakdhe ngabekti kepada Gusti Kang Maha Agung.

Untung dan Rugi Tetap Al-Hamdulillah

Bagi Mbah Man dan Pakdhe tidak ada yang tidak Al-Hamdulillah. Untung ya Al-Hamdulillah. Rugi ya Al-Hamdulillah. Kerja dan bekerja adalah sembahyang itu sendiri.

Maka, mohon tidak menyuruh beliau untuk kerja, kerja, kerja—sementara kerja yang kita maksud adalah terutama untuk mendapat laba uang sebanyak-banyaknya, syukur-syukur esok hari bisa dipakai untuk modal nyaleg.

Atau para ustadz mohon tidak berkhotbah tentang halal dan haram—sementara halal-haram yang dimaksud adalah kalau menghalangi keuntungan ya haram, kalau menjanjikan keuntungan ya halal.

Atau jangan pula menjejali beliau berdua quotes atau kalimat motivasi yang kerap berhamburan dari mulut para motivator. Motivasi untuk meraih sukses dan kaya raya. Mbah Man dan Pakdhe tidak pernah menjadi kaya, karena fokus utama hidup beliau bukan kaya atau miskin. Setia dan tekun menjalani hidup itulah nawaitu laku yang utama.

Kita bisa menjumpai Mbah Man, Pakdhe, Simbok Bakul, beratus-ratus, beribu-ribu, berjuta-juta di seantero Nusantara Raya, setiap pukul dua dinihari. Mereka bertebaran di pasar-pasar tradisional, di gang-gang kecil perkotaan, di pinggiran jalan yang mendadak jadi pasar tiban. Pemandangan yang memantulkan getaran, alangkah tangguh manusia bangsa Nusantara.

Bahwa hidup diisi dengan bekerja itu sebuah keharusan. Bahwa bekerja tidak selalu harus memperoleh laba materi itu urusan yang berbeda. Pada kesadaran inilah terdapat irisan dan pertemuan antara Matsuri Takahashi dan 2.159 pekerja di Jepang dengan Mbah Man, Pakdhe dan berjuta pekerja kehidupan di Nusantara.

Mulai Pebruari 2017 pemerintah Jepang memberlakukan Premium Friday atau "Jumat Premium". Sebulan sekali pada Jumat Premium, para pegawai diimbau untuk pulang kantor lebih awal pada pukul 15.00, dengan harapan stres di tempat kerja bakal berkurang. Upaya untuk meringankan beban kerja dan menekan terjadinya karoshi.

Fakta tersebut menunjukkan polarisasi antara bekerja dan rekreasi—dikotomi yang membelah keutuhan manusia. Bagaimana dengan budaya kerja bangsa Nusantara?

Mbah Man dan Pakdhe adalah sosok sederhana yang mewakili kompleksitas, kelembutan dan keutuhan manusia. Mereka melakukan kreasi sekaligus menempuh rekreasi, dan menikmati rekreasi sekaligus menjalani kreasi.

Dari wajah-wajah mereka yang tegas namun ramah tersirat sebuah surat: “Kenapa hidup menjadi sebahagia ini?” []

jagalan 19.04.17

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun