Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Anak-anak Punya Modal Alami Memelajari Filsafat

18 April 2017   09:40 Diperbarui: 18 April 2017   11:23 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu belum termasuk perilaku istimewa anak yang suka ngeyel. Berdebat dengan anak sesuai takaran dan konteks yang tepat, menurut Gwen Dewar, Ph.D., dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang sangat berguna dalam aneka konteks interaksi.

Tantangannya adalah bagaimana menyajikan kompleksitas filsafat sebagai induk dari segala ilmu menjadi formula berpikir yang sesuai dengan tahap usia anak-anak di bangku sekolah. Dorongan yang kuat pada diri setiap anak untuk menemukan jawaban-jawaban terkait realitas paling sederhana maupun fakta di lingkungan, yang ditimbulkan oleh dorongan fitrah sebagai makhluk yang berakal—jangan dilewatkan begitu saja.

Kalau filsafat terlalu melangit bagi anak-anak, kita bisa menemukan formula yang lebih sederhana namun tetap mengacu pada bangunan logika berpikir yang jluntrung, seimbang, dan adil. Bahwa hidup adalah deretan peristiwa yang saling terkait, menemukan 1, 2, 3 dalam 4, atau memproyeksikan 4 untuk menemukan 5, 6 dan seterusnya, serta menjaga keseimbangan berpikir dan berperilaku merupakan benih-benih tanaman bagi masa depan mereka.

Kalau struktur logika berpikir lemah atau morat-marit atau keropos, akibat minimal yang terjadi adalah anak akan menemui berbagai kendala saat menyampaikan pendapat atau bahkan nyaris tidak memiliki pendapat dan tidak mampu berpendapat. Mendadak mereka akan berubah seperti patung—diam dan termangu ketika hendak mengemukakan pendapat.

Akibat maksimal yang mungkin akan dialami adalah kelak, saat mereka dewasa dan jadi orang, cara dan sikap berpikirnya mudah terbelah dan dibelah—dikotomis, berat sebelah dan mudah ngamuk untuk menyerang dan melumpuhkan orang lain.

Dan lagi-lagi, pendidikan kita belum memiliki concern yang serius dalam menyelami muatan-muatan kebijaksanaan yang dikandung oleh bangunan ilmu. Guru mengajarkan struktur kimia sebuah gula namun luput merasakan manisnya gula.

Saya angkat topi untuk sahabat saya. Ia tidak tahan berlama-lama mengajar karena baginya melatih berpikir anak-anak tak kalah menantang dengan menyelesaikan soal Uji Kompetensi Guru (UKG), dan tak kalah menggiurkan dengan menerima uang tunjangan sertifikasi. []

jagalan 18.04.17

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun