Yang berbeda kepentingan adalah musuh kita. Mereka berada di seberang sana, dan kita berada di sini. Yang di sana pasti salah, yang disini pasti benar. Kita menjadi sangat gampang berbeda dan memerangi perbedaan karena berbeda adalah ancaman. Berbeda yang dimaksud adalah berbeda kepentingan: kepentingan yang ternyata cukup pragmatis dan simpel, yaitu meraup uang sebanyak-banyaknya.
Yang kita musuhi tidak cukup orangnya. Kita juga menganggap musuh sahabat, teman dekat, anak, keluarga, kampung halaman, motor yang dinaiki, ayam, sandal orang yang kita musuhi. Hidup yang sangat luas dan dalam, penuh lapisan-lapisan kelembutan, sarat aroma-aroma ketidakpastian menjadi sepetak kamar yang sangat sempit, gelap dan pengap.
Kita pun lihai bertanya, “Ini semua salah siapa?” Sementara kita tidak cermat dan akurat menjawab pertanyaan, “Apa yang salah atas ini semua?”
Kasus perdata Ibu Rokayah, pemerintah yang gemar memerintah, budaya korupsi yang selangkah lagi menjadi peradaban, tidak bisa dipetakan kompleksitas persoalannya, apalagi diurai benang ruwetnya menggunakan pertanyaan, “Siapa yang salah?”
Sesekali bertanyalah, “Apa yang salah atas ini semua?”—pertanyaan yang semoga, minimal, tidak menciptakan situasi destruktif menyalahkan orang lain, karena aku, engkau, kita semua memiliki investasi sebagai “siapa” atas persoalan yang menjadi sangat konotatif dan makin tidak terlacak akar denotatifnya.[]
jagalan 31.13.17
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H