Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Melakukan "V-ray" dengan Menulis

25 Maret 2017   12:27 Diperbarui: 25 Maret 2017   23:00 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ttps://www.pinterest.com/

Konyol, barangkali itulah yang dilakukan Louis Darget. Ia meletakkan plat di wajahnya lalu tidur. Plat berjarak 2,5 cm dari wajahnya itu akan memotret mimpi saat ia tertidur. Hal serupa dilakukannya pada Madame Darget, istrinya. Keesokan hari Darget menemui istrinya dan membawa hasil foto yang sudah dicetak. Ia menunjukkan gambar kabur berbentuk burung. Darget memberi nama foto itu, “Fotografi Mimpi. Sang Elang.”

Darget meyakini foto itu merupakan gambaran proyeksi otak manusia. Ia pun mengirim surat kepada Akademisi Sains Prancis pada tahun 1904 untuk mengklaim bahwa temuannya itu akan menyibak cara kerja otak.

Dekade tahun 1900 an fotografi menjadi jembatan untuk melihat hal yang belum pernah terlihat. Walaupun terkesan ngawur, Darget menawarkan konsep radiasi manusia dalam bentuk pemikiran. Darget menyebut konsep itu sebagai V-ray. V adalah vital.

Bagaimana V-ray bekerja? "Ketika jiwa manusia memproduksi sebuah pemikiran," tulis Darget pada 1911, "maka pemikiran itu akan mengirimkan getaran ke otak. Kandungan phosphorus di otak kemudian mulai beradiasi, dan sinar diproyeksikan keluar." Untuk bisa menangkap sinar tersebut, dibutuhkan "radiografer portable", yang memuat plat fotografi. Plat inilah yang ditempel di kening untuk memproduksi gambar blur dan abstrak. Hasilnya adalah mimpi sang istri yang diinterpretasi Darget sebagai Mimpi Elang.

Sejumlah ilmuwan menyatakan corak yang muncul pada eksperimen Darget adalah hasil pencitraan dari hangatnya kulit manusia. Gambar blur dan abstrak tidak muncul ketika dilakukan pada mayat.

Menulis, Derita dan Bahagia

Eksperiman Darget mendorong para ilmuwan menguak fotografi pikiran dan mimpi. Dengan menggunakan penggambaran resonansi magnetis atau functional magnetic resonance imaging(fMRI), otak diklaim bisa dipetakan. Tidak semudah itu memang. Namun, semangat eksperimen memahami otak tidak pernah berhenti.

Pada sisi yang lain, kita bisa melakukan V-ray dengan menuliskan apa yang terdapat dalam pikiran. Entah kebetulan atau tidak, Facebook selalu bertanya: “Apa yang Anda Pikirkan?”

Menulis tak ubahnya melakukan V-ray dengan aksi dan hasil yang berbeda. Bukan gambar blur dan abstrak yang dihasilkan, melainkan sejumlah deretan kalimat dan paragraf yang menyatu dalam bentuk karya tulis—apapun ragam dan bentuknya. Karya tulis itu membentuk “citra visual” dalam benak imajinasi dan pemahaman pembaca. Menulis, dengan demikian, tidak hanya memotret isi pikiran—menulis adalah berbagi getar-getar “citra visual” kepada pembaca.

Alangkah bahagia hidup seorang penulis. Ia memiliki peluang dan kesanggupan membebaskan isi pikiran yang sambung-menyambung dengan orang lain atau pembaca. Kebahagiaan yang akar-akarnya menghujam ke dalam tanah penderitaan. Bahagia dalam penderitaan, derita dalam kebahagiaan adalah dialektika hidup yang sejatinya bukan milik penulis saja, melainkan milik setiap manusia.

Apakah seorang penulis adalah orang yang menderita? Jawaban subjektif saya, ya—karena  dengan derita itu penulis adalah orang yang berbahagia. Seorang penulis akan selalu diganggu oleh ketidaknyaman-ketidaknyamanan, baik terkait dengan realita internal hidup penulis sendiri maupun realita eksternal lingkungan. Begitu seorang penulis terjebak di zoman nyaman, elan stamina kepenulisan itu pelan namun pasti akan loyo, dan mati dengan sendirinya.

Derita seorang penulis bukan derita yang kontra dengan bahagia. Derita dan bahagia itu dikandung oleh bulatan besar kesadaran manusia yang selalu bergerak dan mengalir untuk menemukan keutuhan. Bahasa filosofisnya, bersama datangnya derita ada bahagia; bersama datangnya bahagia ada derita. Utuh, padu dan nyawiji.

Bulatan Kecil yang Dikandung Bulatan Besar

Maka, seorang penulis tidak lantas berhenti sebagai penulis. Ia adalah manusia, sebagaimana seorang jaksa, menteri, tukang tambal ban, presiden, petani, tukang ojek adalah manusia. Semua bidang profesi dan jenis pekerjaan itu adalah wasilah atau sarana—bukan ghoyah atau tujuan. Wasilah atau sarana untuk menemukan keutuhan menjadi manusia. Ghoyah atau tujuannya adalah keutuhan harkat kemanusiaan itu sendiri.

Semua jenis profesi dan ragam pekerjaan itu merupakan bulatan-bulatan kecil yang dikandung oleh bulatan besar bernama manusia. Selain bulatan kecil profesi dan pekerjaan, kita bisa mendaftar bulatan lainnya, seperti aku “ayah”, aku “ibu”, aku “warga RT”, aku “warga negara”, aku “anggota takmir”, aku “pengurus partai”, aku “penumpang bus”, aku “nasabah bank” dan seterusnya.

Derita tragedi kemanusiaan terjadi tatkala bulatan besar Aku mengabdi kepada padatan-padatan kecil dan menjadikannya sebagai tujuan primer dalam hidup. Aku penulis, tentu saja, tidak boleh mengalahkan Aku Manusia, karena yang hakiki adalah martabat kemanusiaan.

Aku penulis mengabdi pada Aku Manusia—yang berkat keberadaan manusia lainnya, tanah, air, udara, ayam, pohon, gunung, seorang manusia menjadi dan disebut manusia. Sebagaimana sebuah jari dinamakan jari dan berfungsi sebagai jari-jari karena ia nemplek di tangan dan terkait langsung dengan fungsi dan peran lengan, badan, kepala, otak, jantung, paru-paru, darah.

Seorang penulis bukanlah kepingan-kepingan itu sendiri—penulis adalah ibarat jari yang menyadari keutuhan dan ke-nyawiji-an seorang manusia dengan unsur dan anggota semesta lainnya. Karena itulah seorang penulis selalu dilanda derita dan gembira sekaligus karena ia memiliki kesadaran utuh nan penuh sebagai manusia.

Eksperimen teknologi V-ray sedang dan akan terus dilakukan. Namun, kita bisa melakukan V-ray pikiran dengan cara menuliskannya dengan kesadaran yang utuh sebagai manusia. []

jagalan 25.03.17

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun