Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Kapitalisme Global Tak Perlu Diboikot

12 Desember 2016   16:23 Diperbarui: 12 Desember 2017   12:03 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.maxmanroe.com/

Katrok bener saya ini! Harbolnas, saya pikir adalah Hari Bola Nasional. Bunyi “Bol” pada Harbolnas mengusik kenyamanan pendengaran saya. Dalam bahasa Jawa “bol” itu salah satu bagian dari anus. “Bol” itu membawa asosiasi pikiran saya pada “bola”. Sudah terlanjur gemes oleh “bol” saya mainkan bunyi itu menjadi Hari Bolong Nasional, Hari Bolang Nasional, Hari Bolu Nasional…

Wa ba’du. Ternyata Harbolnas adalah Hari Belanja Online Nasional. Perilaku manusia pada zaman modern ini kadang naif dan lucu—belanja menjadi salah satu momentum yang teramat penting sehingga perlu di-hari-kan. Kapan-kapan kita harus menggagas Harbofnas: Hari Belanja Offline Nasional. Hargratnas: Hari Gratis Belanja Nasional.

Gara-gara “Hari Guru Nasional” saya diprotes oleh anak-anak. “Kapan ada Hari Siswa Nasional?” Saya jawab, “Nanti kita usulkan juga Hari Kepala Sekolah Nasional, Hari Tata Usaha Nasional, Hari Operator Dapodik Nasional. Berhubung sudah ada Hari Ibu, Hari Bapak, Hari Anak, kita sarankan juga ada Hari Nenek, Hari Kakek, Hari Buyut, Hari Paman, Hari Budhe, dan seterusnya. Tiga puluh hari itu akan kurang untuk memperingati ‘hari-harian’.”

Pada setiap momentum “hari” yang diperingati itu kadang diberangkatkan dari peristiwa yang ringan dan sepele saja. Hari Jomblo atau Single Day yang awalnya “diperingati” setiap tanggal 11 bulan November menjelma menjadi hari belanja online dengan diskon gila-gilaan. Saya terpaksa berpikir keras menemukan keterkaitan antara jomblo, belanja, online, dan diskon besar-besaran. Akhirnya saya menertawakan diri sendiri: tidak perlu dipikir keras karena bagaimana kita berperilaku pada setiap momentum akan dituntun oleh kapitalisme global.

Pada 2009 e-commerce terbesar di Cina, Alibaba, jeli membaca peluang dan menggiring para jomblo untuk berbelanja. Momentum 11.11 bukan sekadar meratapi kesendirian dengan menjalani berbagai kegiatan seru bersama sesama teman jomblo. Alibaba menawarkan diskon besar-besaran. Hingga pada 2011 Alibaba meraup keuntungan 820 juta dolar dalam sehari Single Day.

Bagaimana dengan Indonesia? Harbolnas “diperingati” setiap 12 Desember atau dikenal dengan 1212. Generasi milenial adalah pasar potensial. Tujuh dari sepuluh generasi milenial memiliki kegemaran mencoba barang dan merek baru. Pasar fashion menjadi daya tarik tersendiri. Payung biru Presiden Jokowi, sandal jepit Fladeo, atau jaket hitam yang diduga merek Nylon Jacket menjadi trendsetter di kalangan generasi milenial dan kelas menengah atas.

Pendapatan dari segmen e commerce fashion di Indonesia mencapai US$1,993 juta pada 2016 ungkap Statista. Diperkirakan volume pasar fesyen yang berasal dari e commerceIndonesia akan mencapai US$5,328 juta pada 2021. Volume terbesar adalah pakaian yang mencapai US$1,484 juta.

Potensi Pasar Generasi Muslim

Lalu siapakah generasi milenial yang cukup potensial itu di Indonesia? Beberapa kalangan membuat peta secara lebih detail. Mereka menyebut Generasi Muslim—dikenal dengan istilah Gen M, potensi tren pasar yang membentuk karakteristik tersendiri. Jumlah Gen-M terus meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah mereka diperkirakan 26,4 persen dari keseluruhan populasi dunia atau sejumlah 2,2 miliar jiwa di 2020. Jumlah ini meningkat 0,4 miliar dari 2012. Gen-M benar-benar potensi pasar yang besar bagi produk-produk yang menyasar segmen kaum muslim.

Yang menarik untuk dicermati, selain menjadi tren pasar yang potensial, Gen M memiliki kecenderungan semakin religius, merindukan nilai-nilai spiritual, dan mempertimbangkan panduan syar'i saat akan membeli produk tertentu. Label halal pada makanan kini merambah pada produk kosmetik hingga peralatan dapur. UU No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, yang mewajibkan semua produk diberi label halal menjadi tonggak baru bagi Gen-M di Indonesia.

Berapa Nilai Kekayaanmu?

Maka, pada hari apa saja kita akan terus didorong untuk membelanjakan uang kita—berapa pun penghasilan kita setiap hari atau bulan. Tidak perlu menunggu hari belanja online, bahkan pada bulan Ramadhan yang seharusnya nafsu harus dididik dan ditaklukkan itu justru menampilkan efek konsumsi yang dahsyat. Pengeluaran meningkat jauh melebihi bulan sebelumnya.

Esensi sebuah momentum atau hari atau peristiwa bersejarah yang melahirkan peringatan hari tertentu terkubur oleh iming-iming angka—diskon murah, potongan harga, uang muka rendah. Hari Guru Nasional menjadi hari uang muka murah khusus untuk para guru yang akan kredit sepeda motor.

“Legalitas” perbuatan manusia cukup dibimbing oleh angka-angka walaupun dengan sangat disadari hal itu kadang menggerus makna dan esensi. Tidak penting lagi berapa nilai kekayaan kita, berapa penghasilan tiap bulan yang logis untuk dibelanjakan. Kapitalisme global akan menghitung dan memperlakukan manusia sebagai konsumen, angka, benda. Sikap materialistik adalah tatkala kita belanja bukan karena kebutuhan melainkan didorong oleh sejumlah keinginan ini-itu akibat provokasi iklan, merek, citra, gaya hidup, penampilan di depan orang lain.

Materialisme membuat kita gampang melihat uang dan harta sehingga untuk memilikinya kita tidak lagi memperhitungkan harkat dan martabat diri. Lebih luas lagi, materialisme adalah ketika kita mengutuk koruptor karena eman dengan sejumlah duit yang dicuri dalam jumlah sangat besar—bukan karena kasus moral yang membuat kita sedih atau marah: manusia kok mencuri. Korupsi tidak dilihat sebagai penistaan terhadap harga diri dan martabat kebangsaan.

“Kapitalisme global tak perlu diboikot, yang perlu diboikot adalah jiwa materialisme di dalam diri manusia sendiri!” tiba-tiba nasIhat Mbah Sot menampar saya. []

rumah ngaji 121216

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun