Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Aku Adalah Egoisme dan Ingin Adalah Belenggu

27 Oktober 2016   20:16 Diperbarui: 27 Oktober 2016   20:34 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: http://gideonyusdianto.com/

Survei yang mengundang reaksi para pakar di Singapura, salah satunya adalah sosiologi dari National University of Singapore (NUS), Profesor Paulin Straughan itu, memberikan kejutan tentang bagaimana manusia merasa bahagia. Kita tahu, dan menurut nalar yang umum, Irak dan Afganistan pasti masuk warga negara yang tidak bahagia. Konflik dan peperangan  berkepanjangan pasti memicu turunnya nilai indeks kebahagiaan mereka. Namun, di tengah situasi mencekam itu toh mereka bahagia. Apakah kebahagiaan adalah semacam makhluk penuh misteri?

Akan terasa kurang cespleng merasakan bahagia dengan berangkat dari pemikiran dan teori. Makna kebahagiaan akan mengakar dan mendarah daging kalau ia ditemui, dirasakan, direspon, disikapi secara telanjang—tanpa pretensi, tendensi, stigma, sangka-prasangka, tembung jare atau sejumlah formula yang justru akan menyerimpun gerak bahagia itu sendiri. 

Formula kebahagiaan yang menempel secara sangat kuat dan ketat dalam dinding egoisme yang menghadirkan sejumlah keinginan. Egoisme dan keinginan—dua sisi mata uang yang menghisap kebahagiaan tanpa mengenal batas dan volume. Ketika egoisme adalah aku yang menggumpal dan keinginan adalah belenggu.

Ketika saya mengetik tulisan ini sidang putusan hakim terhadap Jessica sedang berlangsung. Masing-masing kubu akan merasa bahagia apabila keputusan hakim sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Kadang, bahagia terasa absurd, berlapis-lapis, penuh lipatan dan tikungan.

Kita berdaulat sepenuhnya memetakan, memahami, merasakan, mentransformasi absurditas kebahagiaan itu, yang kadang tampil dengan wajah paling sederhana.[]

Jagalan 271016  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun