Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Darurat Interaksi Guru dan Murid

25 Oktober 2016   00:41 Diperbarui: 25 Oktober 2016   10:24 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: http://www.stebisigm.ac.id/

Tak terhitung jumlahnya saya memendam pedih saat berhadapan dengan situasi penuh ketakutan itu. Saya harus berulang kali merayu, memberi motivasi, meyakinkan para siswa bahwa komunikasi mereka dengan saya tidak ada kaitannya dengan benar atau salah. Bebas menyampaikan gagasan, pendapat, pandangan—pokoknya bebas mengutarakan apapun terkait dengan tema diskusi, demikian penekanan saya.

Saya sadar, tiga atau empat jam pertemuan merupakan waktu yang sangat singkat untuk mencabut akar ketakutan mereka. Lalu saya menghibur diri sendiri, setidaknya saya sudah menanam benih kebebasan dan kemerdekaan berpikir di ladang berpikir anak-anak itu. Selebihnya saya kembali dihadapkan pada keadaan darurat interaksi gurudan murid.

Guru yang mendominasi interaksi akan menurunkan efektivitas pembelajaran di sekolah. Keterlibatan siswa menjadi sangat terbatas. Studi Gallup 2015 mengungkapkan faktor penting yang memengaruhi efektivitas sekolah. Pendapat pengawas sekolah dan orangtua terhadap keterlibatan siswa sebagai salah satu faktor penentu efektivitas sekolah mencapai 88 persen dan 78 persen. Siswa menerima ujian yang terstandar justru berada pada prosentase paling rendah, yakni masing-masing 14 persen.

Gedung dan fasilitas sekolah boleh sederhana dan apa adanya. Namun, interaksi yang menyenangkan dan penuh makna harus mewarnai setiap proses belajar. Guru memegang peranan kunci—beranikah mendobrak tirani interaksi yang memenjarakan kebebasan berpikir siswa? Atau mengambil keputusan seperti Gatto, berhenti mengajar di sekolah formal lalu merintis pendidikan alternatif. Tidak memerlukan waktu hingga 26 tahun bagi saya untuk mengambil keputusan seperti Gatto. []

Jagalan 251016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun