Rangkaian sebab yang mendasar itu, meminjam istilah Sabrang (Noe Letto), adalah teknologi internal manusia yang amburadul. Mengapa amburadul? Karena cita-cita hampir setiap manusia (Indonesia) adalah menjadi kaya dan raya. Semua elemen dalam teknologi internal manusia dikerahkan dan didayagunakan untuk meraih kekayaan dan kerayaan. Kita yang sedang berkuasa belum menjadi pemenang jika belum mencapai standar kekayaan yang kita tetapkan sendiri. Lantas, kapan dan bagaimana batas standar kekayaan itu berhasil dicapai?
Tidak ada batas waktu dan skala ruang yang bisa membendung apalagi menampung perbuatan serakah. Celakanya, keserakahan itu dikonotasi sebagai ungkapan demi kepentingan pribadi, kepentingan kelompok, kepentingan golongan, yang pada perkembangan terakhir menjadi demi kepentingan rakyat.
Semoga tulisan singkat ini tidak menambah keruwetan, tapi menjadi sumbangan introspeksi untuk kewaspadaan diri sendiri. Waspada terhadap detail-detail setiap denotasi-konotasi kata. Sehingga ketika kita mengucapkan atau mendengar kata “korupsi” sel-sel berpikir kita menangkap makna denotasi yang sebenar-benar korupsi. Dengan demikian, korupsi “besar-besaran” atau korupsi “kecil-kecilan” sejatinya tetaplah korupsi. []
Jagalan 181016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H