Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Napas Anak-anak Itu “Beraroma” Timbal

27 September 2016   11:33 Diperbarui: 27 September 2016   15:57 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah manusia sedang menabung bencana? Saya jadi teringat tulisan tangan di pintu sekolah Taman Kanak-Kanak Gua Cina Kabupaten Malang: “Pohon bisa hidup tanpa manusia. Manusia tidak bisa hidup tanpa pohon.” Tulisan memakai kapur tulis di pintu triplek itu terkesan sederhana, sepele, dan pasti semua orang setuju. Namun, napas anak-anak itu terlanjur “beraroma” timbal. Anak-anak, penghuni masa depan, akan tak terbayangkan jalan terjal hidupnya tanpa pepohonan yang menaunginya. Akan tak terbayangkan tingkat kesengsaraan nasib hidupnya tanpa udara bersih yang mengelilinginya. Akan tak terbayangkan gelap masa depannya tanpa air bersih yang mengalir di sumur-sumur kediamannya.

Apa yang kita wariskan pada anak-anak bukan hanya “sepasang sepatu” dari tumpukan padang sampah yang berbau busuk, seperti yang didambakan Carmi. Kita patut curiga mengapa sopir Dalim tidak sampai hati menyerahkan sepatu sebelah kiri kepada Carmi.

“Ah, kalian tidak tahu. Masalahnya, aku tidak sampai hati melihat Carmi pada detik dia menerima sepatu ini. Carmi mungkin akan melonjak-lonjak, tertawa-tawa, atau bahkan menjerit-jerit karena begitu girang. Barangkali matanya akan berbinar-binar atau sebaliknya, berlinang-linang. Ah, hanya karena sebuah sepatu bekas yang diambil dari tempat sampah hati Carmi akan berbunga-bunga. Aku tidak akan tega menyaksikannya. Itu akan terasa amat pahit di hati. Kalian bisa tega?”

Kita hanya bisa menebak ketidaktegaan sopir Dalim. Bukan soal sepasang sepatu yang membuatnya gelisah. Satu hal pasti: Carmi dan anak-anak yang tersebar di permukaan bumi ini akan kembali sesak napasnya oleh bau busuk padang sampah. Kita para warga padang sampah tahu Carmi, Korep, Dita, Andi, Farel, Buyung, dan berjuta-juta anak lainnya tidak punya “rumah” untuk pulang.[]

Jagalan 270916

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun