Belum ada upaya secara mendasar dan mengakar untuk mencegah banjir bandang di sejumlah daerah yang mungkin masih dan akan berlangsung, kemudian menyadari dosa-dosa sistemik dan struktural bahwa bencana itu tidaklah hadir secara tiba-tiba, melainkan akibat tabungan dosa-dosa: sikap rakus manusia, sikap rakus kapitalisasi yang memperkosa lingkungan, sikap rakus rezim yang mabuk investasi, sikap rakus 'penguasa lokal' yang kesurupan 'jailangkung' Pendapatan Asli Daerah.
Perdebatan politik ekologi sejauh ini masih sekadar konsumsi untuk berebut kekuasaan, dan tidak selalu harus berkaitan dengan nasib dan masa depan ekologi itu sendiri.
Bagaimana peta ekologi Indonesia pada perbuahan iklim global? Dalam hasil studi yang dilakukan oleh World Resources Institute (WRI) pada 2015, disebutkan bahwa perubahan iklim meningkatkan potensi banjir di dunia di masa mendatang. Pemicu utamanya adalah meluapnya sungai akibat intensitas curah hujan yang tinggi, termasuk di negara maju dan berkembang. Kota di Indonesia bersama kota-kota pesisir di Asia seperti Cina dan India, menurut media livescience.com, termasuk kota di dunia yang rawan dan jadi langganan banjir. Kota Guangzhou, Cina menempati urutan teratas. Kota di selatan Cina ini memang banyak dilalui sungai-sungai besar, termasuk Pearl River yang bermuara ke laut Cina Selatan.
Kesembronoan dan ketidakseriusan menata ekologi, seperti kesembronoan ungkapan 'Kurban Itu Mudah', bukan hanya membuat lingkungan terancam. Kita sedang menabung bencana—banjir dan tanah longsor hanya soal menunggu giliran dan waktu. Ya, menabung bencana itu mudah, tetapi teramat sulit dan berat bagi rakyat kecil yang selalu menjadi pihak yang terdampak bencana-bencana, lalu di tengah kesengsaraan itu mereka bahu membahu, tolong menolong, saling menguatkan satu sama lain, sesama rakyat kecil. Indah memang, namun, sungguh dan sekali lagi, itu bukan hal yang mudah untuk dijalani.
Novelis dari Nigeria, Chinua Achebe, mengingatkan, "Sambil kita melakukan kebaikan, jangan lupa bahwa solusi yang sebenarnya ada dalam dunia di mana sedekah tak lagi dibutuhkan." Dunia tanpa sedekah? Waduh, tidak bisa selfie berlatar belakang orang-orang susah.[]
Jagalan 250916
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H