Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rakyat Miskin: Tidak Ada Daging, Jeroan pun Jadi

12 September 2016   15:17 Diperbarui: 13 September 2016   12:08 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: http://nasional.kini.co.id/

Harga daging sapi itu mustahil terbeli oleh mereka yang berada di garis kemiskinan. Pada bulan Maret 2016 Badan Pusat Statistik mencatat Rp 354.386 per kapita per bulan adalah garis kemiskinan orang Indonesia. Apabila rata-rata harga daging sapi Rp 100.000/Kg, pendapatan warga miskin itu berarti ditukar hanya dengan 3 Kg daging sapi saja.

Baiklah, tidak mampu membeli daging sapi, masyarakat pun mengalihkan konsumsi kepada daging ayam. Mengutip print.kompas.com, data Survei Sosial Ekonomi Nasional memperlihatkan, rata-rata konsumsi nasional per kapita daging ayam ras dalam seminggu mencapai 0,092 kilogram atau sekitar 13 gram per hari (2015). Angka konsumsi per kapita daging ayam ras ini cenderung meningkat setiap tahun. Satu dari dua orang responden jajak pendapat mengonsumsi menu berbahan daging ayam setiap minggu. Bahkan, ada sebagian responden yang makan menu ayam hampir setiap hari.

Namun, risiko kesehatan mengintai. Kandungan kolesterol ayam Broiler yang cukup tinggi, yaitu mencapai sekitar 200 miligram, dua kali lipat dibandingkan kolesterol ayam kampung, menjadi salah satu kekhawatiran konsumen. Berbagai penyakit, seperti jantung koroner, atherosclerosis, atau stroke membayangi mereka yang berkolesterol tinggi.

Mengonsumsi daging ayam dengan takaran seimbang dan cara memasak yang benar bisa menjadi pilihan. Tapi, ini semua bukan soal makan daging ayam atau daging sapi. Persoalan harga daging sapi yang tinggi akan ditentukan oleh bagaimana pemerintah bekerja menemukan solusi.

Presiden Jokowi boleh bertekad menurunkan harga daging sapi Rp 80.000/Kg. Namun, akar masalah juga perlu dibenahi. Produksi daging lokal turun dan anjloknya populasi sapi lokal merupakan salah satu akar masalah yang perlu segera ditemukan solusinya. Swasembada daging sapi bukan sekadar tekad. Anggaran yang pernah digelontorkan di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Direktorat Perbibitan Ternak Kementerian Pertanian sebesar Rp 2,4 triliun pada 2012 lalu, muspro alias belum membawa hasil optimal.

Belajar dari kejadian Mak Pah dan para tetangga yang merasa tidak diajeni dalam pembagian daging kurban, menyelesaikan persoalan melambungnya harga daging sapi tidak ditempuh dengan jalan pintas, seperti memberi sebungkus daging kurban, bungkusnya besar dan berat, setelah dibuka ternyata berisi daging sapi secuil, balungan sapi besar-besar, dan jeroan.

Bungkusan itu seakan berbicara, “Tidak ada daging sapi, balungan atau jeroan pun jadi…” []

Jagalan 120916

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun