Orangtua kembali disebut sebagai pihak pendidik yang utama dan pertama. Sekolah memang penting, namun seperti kita ketahui fungsi sekolah adalah (sekadar) mengajar. Peran mendidik tetap berada pada tangan tanggung jawab orangtua. Bagaimana kita menyerahkan pendidikan aqil baligh kepada sekolah, sementara kurikulum tentang itu semua tidak pernah ada. Sekolah mengajarkan pendidikan karakter bukan pendidikan aqil baligh.
Mengajar pendidikan karakter di sekolah cukup berbekal kurikulum dan silabus. Sedangkan mendidik remaja sampai sempurna dan tuntas kesadaran aqil-balighnya membutuhkan cinta dan kasih sayang—yang sumber utamanya berasal dari cinta dan kasih sayang orangtua.
Hanya kedua orangtua yang sanggup mengantarkan anak memiliki “paket” kesempurnaan menjadi remaja yang aqil dan baligh. Mengapa? Aqil-baligh itu satu paket—tidak terpisahkan dan dipisahkan. Aqil adalah dewasa psikologis. Baligh adalah dewasa fisik.
Transformasi Program GenRe
Program GenRe yang diluncurkan BKKBN membantu penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja agar mampu:
- Menempuh jenjang pendidikan secara terencana
- Berkarir dalam pekerjaan secara terencana
- Menikah dengan penuh perencanaan sesuai siklus kesehatan reproduksi
Kita bisa mentransformasi program tersebut—sesuai fakta aqil balig adalah satu paket tak terpisahkan—menjadi tiga pilar utama, yakni:
- Pendidikan aqil baligh
- Mandiri dan produktif
- Nikah usia ideal
Tiga transformasi tersebut merupakan tiga tahapan proses mempersiapkan remaja bukan lagi sebagai remaja tetapi orang dewasa. Bagaimana tahapan transformasi itu dijalankan?
- Aqil balighkan anak kita. Ini peran dan tugas utama orangtua. Ayah sebagai penanggung jawab utama pendidikan dalam keluarga. Ibu sebagai pelaksana utama pendidikan. Kerja sama ayah dan ibu meraih satu tujuan: sang penghuni masa depan mampu dewasa secara pikiran (aqil) dan dewasa secara fisik (baligh), sepenuhnya dewasa—bukan remaja.
- Produktifkan anak kita. Masa sekolah bukan halangan bagi anak untuk belajar menjadi sosok yang produktif bahkan dalam skala sempit, misalnya menghasilkan uang sendiri dari hasil pekerjaan yang halal dan jujur. Bukan sebuah aib bagi pemuda di negara maju sekolah atau kuliah sambil bekerja. Mandiri sepenuhnya—bukan remaja tanggung yang selalu bergantung asupan materi dari orangtua.
- Berilah tanggung jawab agar anak kita sanggup memikul beban. Dengan beban tanggung jawab itu mereka sesungguhnya sedang belajar menjadi bagian dari solusi. Pernikahan bukan sekadar cinta—ia adalah pengejawantahan dari bentuk hubungan yang saling bertanggung jawab antara suami dan istri. Bertanggung jawab sepenuhnya—bukan justru bagian dari masalah.
Bukankah menikah di usia ideal itu juga memiliki syarat, yaitu dilakukan sepenuh tanggung jawab—bukan akibat “ugal-ugalan”? []
Achmad Saifullah (Facebook | Twitter)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H