Menumbuhkan minat membaca yang dipupuk dari akar tradisi atau kearifan lokal budaya setempat akan bergerak efektif bukan untuk mendongkrak peringkat minat membaca semata, melainkan benar-benar untuk memenuhi kebutuhan fundamental sebuah tatanan kehidupan masyarakat.Â
Tidak mengherankan ketika antropolog Saur Marlina Manurung menilai bahwa minat membaca orang di pedalaman lebih besar daripada orang di kota. Â Orang pedalaman memiliki akar budaya membaca yang lebih subtansial dibandingkan dengan intelektualitas orang kota yang bergerak sekilas-sekilas di tataran permukaan.
Orang pedalaman tidak sedikit yang buta huruf, namun mereka "melek aksara"—kode-kode alam, arah angin, aliran sungai, watak musim, pasang surut gelombang laut, perkawinan bintang di hutan. Dan mereka memiliki spesialisasi keahlian melek aksara masing-masing. Mereka lebih canggih mengelola sampah daripada orang kota yang justru hanya menghasilkan sampah berton-ton setiap hari. Siapakah yang sesungguhnya lebih beradab?
Inilah pentingnya watak gerakan: berendah hati dan saling belajar dari keunggulan masing-masing. Sebuah watak kebersamaan yang rasanya hampir sulit ditemui ketika kesadaran minat membaca ditumbuhkan dengan mengandalkan pendekatan program semata. []
Jagalan 290816
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H