Pada era sebelumnya Indonesia memiliki peneliti handal. Sebut saja Samaun Samadikun. Profesor yang dijuluki Sang Petani Silikon Indonesia berhasil mematenkan sebuah metode untuk membentuk area ketebalan sebuah silicon sesuai yang diinginkan. Method for Forming regions of Predetermined thickness in Silicon, penemuan yang mendekatkan dunia elektronika dengan dunia kedokteran.
Tjokorda Raka Sukawati dikenal sebagai penemu konstruksi sosrobahu untuk membuat jalan layang. Sistem pondasi cakar ayam yang memungkinkan sebuah jembatan dibangun di atas tanah yang labil berhasil ditemukan oleh Sedyatmo pada 1962.
Dan belum lama Indonesia kembali membuat dunia terpukau. Sistem komunikasi 4G berbasis Orthogonal Frequency Division Multiflexing (OFDM) berhasil ditemukan oleh arek Kediri, Khoirul Anwar. Lulusan ITB yang bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang. Ia dikenal sebagai pemilik paten teknologi broadband yang menjadi standard internasional ITU, baik untuk sistem teresterial (di bumi) maupun satelit (di luar angkasa).
Bintang dan inspirator peneliti siapa lagi kalau bukan Bacharudin Jusuf Habibie. Pemegang 46 hak paten di bidang teknologi penerbangan.
Mereka adalah segelintir orang Indonesia yang mendedikasikan hidupnya sebagai peneliti. Sedang dan akan terus lahir peneliti dan penemu handal dari Indonesia selama sistem sekolah menyemai benihnya sejak dini dan pemerintah “tidak membuang” mereka begitu saja.
Entahlah. Mengapa sekolah terkesan kurang berminat menciptakan atmosfer bagi lahirnya peneliti yang dipersyarati oleh kecintaan terhadap ilmu dan pengetahuan—bukan semata jalan untuk menjadi pegawai. []
Jagalan 230816