Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak-anak Pun Merasakan Indahnya Merawat Kerukunan Beragama

16 Agustus 2016   14:10 Diperbarui: 16 Agustus 2016   14:19 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wayang Potehi atau Wayang Titi | Ilustrasi: https://team2art.wordpress.com/2010/05/24/wayang-merupakan-kebudayaan-indonesia-unik/

Gerakan pendidikan yang dipelopori oleh komunitas, paguyuban, atau yang berbasis pada pemberdayaan warga merupakan wadah bagi anak-anak untuk belajar tentang pluralitas kehidupan. Pengalaman bergaul bersama penggerak pendidikan di dusun Bajulmati Kec. Gedangan Kab. Malang membuktikan bahwa gerakan belajar berbasis komunitas yang berakar pada keterlibatan warga dusun cukup efektif membentengi anak dari sikap aroganisme dan anarkisme.

Bahan pelajaran di sekolah yang hanya menuntut kemampuan kognitif tidak selalu bisa diandalkan. Yang dibutuhkan adalah pengalaman nyata, dan anak-anak dusun Bajulmati benar-benar mengalaminya. Pada suatu pagi mereka menghadiri acara memasuki rumah baru temannya. Kebetulan tuan rumahnya berbeda agama dengan mayoritas anak-anak yang hadir. Selain anak-anak undangan dihadiri oleh tetangga sekitar.

Bocah-bocah dusun Bajulmati | Foto: Dok. Pribadi
Bocah-bocah dusun Bajulmati | Foto: Dok. Pribadi
Pemandangan yang menyentuh hati adalah saat Bapak Shohibul Izar, pengabdi pendidikan di dusun Bajulmati, memimpin doa bersama. Pak Izar mempersilahkan sesepuh dusun terlebih dahulu untuk membaca “doa” atau kalimat-kalimat persembahan kepada para danyang, leluhur, nenek moyang dengan diselingi ungkapan-ungkapan berbahasa Jawa Kuno. Tradisi yang turun temurun di masyarakat Jawa.

Giliran membaca doa untuk keselamatan tuan rumah dan semua warga dusun, Pak Izar  mengajak semua yang hadir termasuk anak-anak memanjatkan doa sesuai agama dan keyakinan masing-masing. Suasana yang damai itu hadir secara nyata di depan anak-anak. Saya yakin pengalaman itu akan melekat di ingatan jangkan panjang (long term memory) hidup anak-anak dusun. Mereka bukan sekadar belajar merawat hubungan baik dan menjalin kerukunan beragama—anak-anak itu bahkan mengalaminya secara langsung.

Gerakan merawat kerukunan hidup beragama perlu dimulai dari akar rumput dan melibatkan tokoh-tokoh lokal. Mereka bukan sekadar piawai berorasi tapi memberikan teladan langsung bagi warga terutama anak-anak bagaimana merawat kerukunan hidup beragama. []

Jagalan 160816

Achmad Saifullah Syahid (Facebook | Twitter)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun