“Katanya jadi korban, kok bangga?”
“Bangga bagaimana? Bangga menjadi korban sekolah mahal kualitas pendidikan pas-pasan?”
“Bukan, bukan itu. Saya bangga karena saya mampu menyekolahkan anak saya di sekolah mahal yang tidak setiap orang apalagi tetangga saya sanggup membayar biaya pendidikannya.”
“Oooo begitu…”
Mami-mami saling melirik.
“Oooo begitu…”
Jawaban yang cukup otentik bukan? Apalagi kalau bukan bangga karena merasa sanggup membayar berapapun uang yang diminta sekolah. Esensi pendidikan tidak dipertimbangkan sebagai syarat utama sekolah bermutu. Bagaimana guru mengajar, bagaimana komunikasi dengan siswa, bagaimana budaya sekolah, bagaimana layanan yang mengakomodasi keunikan setiap anak, serta bagaimana-bagaimana lainnya terkait substansi pendidikan bukan skala primer.
Egoisme kelas sosial mendominasi pilihan model pembelajaran. Gengsi dan status sosial dibeli dengan harga mahal supaya “kemilaunya” di tengah warga sekitar dan di antara sanak keluarga tetap terjaga. Sekolah berbiaya (sangat) mahal cukup akomodatif menampung karakter egoisme sosial semacam itu. Sekolah mahal menyediakan jaminan berupa simbol-simbol penunjang pendidikan yang sejalan dengan kebutuhan untuk menjaga gengsi status sosial seseorang.
Sekali lagi, apa yang dicari oleh orangtua yang berlomba-lomba memasukkan anak-anaknya ke play group sampai pendidikan dasar atau sekolah menengah pertama bahkan menengah atas, yang berbiaya (sangat) mahal?
Apakah sains dan atau pembelajaran akademik lebih baik? Belum tentu. Tak sedikit siswa sekolah berbiaya (sangat) mahal dikirim oleh orangtuanya untuk mengikuti bimbingan belajar atau didatangkan guru les privat mata pelajaran. Artinya, guru privat atau guru bimbingan belajar lebih hebat daripada guru sekolah. Lalu, apa kerja guru-guru di sekolah?
Apakah sekolah menghadirkan lingkungan sosialisasi yang baik? Siapa bilang. Sekolah berbiaya mahal pasti dihuni oleh anak-anak dari keluarga kaya. Mereka bersosialisasi sesama anak keluarga kaya. Pergaulan mereka menjadi linier dan homogen. Sedangkan fakta kehidupan yang sesungguhnya di tengah pergaulan akan berjumpai manusia-manusia dari berbagai latar belakang agama, sosial, budaya, politik, ekonomi yang berbeda.