Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bocah yang Diyatimkan oleh Preman Pasar

23 Juli 2016   12:45 Diperbarui: 24 Juli 2016   10:52 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjara Anak | Sumber: www.berita77.com

Adakah satu sudut ruangan saja di muka bumi yang benar-benar menghadirkan keamanan, kenyamanan, kegembiraan untuk anak-anak?

Kepala Lapas menuturkan Udin sering membuat repot petugas. Sejak dua tahun lalu dpenjara, Udin “sukses” tiga kali melarikan diri dari penjara.  Cara yang dipakai pun tergolong ajaib untuk ukuran kemampuan bocah usia delapan tahun.

Pertama kali melarikan diri dari penjara Udin “bekerja sama” dengan kebiasaan mobil pengangkut sampah. Setiap pagi mobil itu mengangkut sampah dari penjara. Udin menyelinap masuk ke dalam salah satu kantong sampah. Ia pun terangkut keluar.

Udin termasuk anak yang doyan membaca. Kegemaran membaca memberinya “ide” untuk melarikan diri yang kedua kali. Udin pernah membaca tentang fermentasi pembuatan tape. Ia memperoleh informasi bahwa tape mengandung udara panas yang dapat merusak benda keras. Lapas anak menyediakan makanan tape seminggu dua kali. Udin tidak memakan tape jatahnya. Dikumpulkannya tape-tape itu lalu dibalurkannya ke tembok. Empat bulan tembok sel tahanan menjadi gembuk seperti tanah liat. Dengan cukup mudah Udin membuat lubang tembok dari “tanah liat” itu.

Pelarian ketiga menurut penjaga lapas dikerjakan Udin layaknya Mission Imposible. Ketika piket membersihkan kamar mandi Udin memanfaatkan gagang timba sebagai alat untuk meloloskan diri. Tidak ada tempat paling aman menyimpan gagang timba selain di kantor Kepala Lapas. Pasalnya tidak ada petugas lapas berani memasuki kantor tanpa seijin Kepala Lapas. Entah bagaimana caranya Udin membobol gembok dan pintu dengan besi gagang timba. Tahu-tahu ia sudah berada di luar penjara.

Berhasil melarikan diri sebanyak tiga kali bagaimana ia ditangkap kembali? Udin harus berjalan kaki berpuluh-puluh kilometer, kadang nunut angkot, agar bisa tiba di rumahnya. Anak ini melarikan diri untuk menjumpai ibunya di rumah. Pelariannya didorong rasa kangen pada ibunya. Saat di luar penjara Udin tidak ditangkap. Ia kembali ke penjara dengan sendirinya. Pada pelarian yang ketiga Kepala Lapas, kebetulan seorang ibu, melarang petugas untuk menjemput Udin.

Dua hari kemudian Udin sudah kembali lagi ke lapas. Tiba kembali di penjara Udin menyerahkan surat yang ditulisnya kepada Ibu Kepala Lapas. “Ibu Kepala, Udin mohon maaf. Tapi Udin kangen sama Ibu Udin,” tulisnya singkat.

Bocah cerdas dengan sifat manusiawinya yang begitu tulus dan polos, tiba-tiba, sangat tiba-tiba, dan cukup tiba-tiba saja, terkoyak oleh dorongan kelam yang tidak bisa dipahaminya. Fakta bahwa ia menghunus pisau dapur dan menghilangkan nyawa seorang preman tidak bisa dipungkiri. Bukan untuk memutar waktu, andai pihak berwajib segera menangani pembunuhan bapaknya dan menangkap pelakunya, bocah cerdas itu kini tidak perlu hidup dalam petak penjara.

Kehidupan Udin telah diyatimkan oleh preman. Di luar konteks hidup Udin, “preman” itu adalah ancaman, teror, bullying, kejahatan, atau apapun saja yang merampas harkat kemanusiaan seorang anak. Jangan-jangan “preman” itu adalah kita sendiri, para orangtua yang tidak sadar kerap memandang sisi negatif dan kekurangan anak. Sehingga label negatif menjadi sangat mudah kita sematkan pada mereka.

“Setiap anak lahir dengan membawa pesan bahwa Tuhan belumlah bosan dengan manusia,” ungkap Rabindranath Tagore. Tuhan percaya bahwa kita masih pantas dititipi anugerah seorang anak. Di tengah kehidupan yang terlalu mudah menghadirkan ancaman bagi anak, tidak mungkin rasanya kita sia-siakan kepercayaan Tuhan. Jika kelak Tuhan saja sudah tidak percaya, kepada siapa lagi kita berharap?

Selamat Hari Anak Nasional. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun