Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mendambakan Komite Sekolah yang Pro-Kualitas

17 Juli 2016   00:01 Diperbarui: 17 Juli 2016   00:28 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, hubungan yang strategis dan sejajar antara Komite Sekolah dan Pemerintah Daerah akan membuka saluran komunikasi dan keterlibatan publik. Kebijakan pendidikan selaras dengan kebutuhan dan kepentingan publik. Masyarakat pun tidak menjadi objek pendidikan.

Makin jelas bagi kita, Komite tidak harus selalu dan hanya berurusan dengan sarana prasarana sekolah. Bukan sebatas berfungsi pada pengadaan sarana fisik semata. Bukan pula sebatas  “tangan panjang” kepentingan sekolah, yang belum tentu merupakan kepentingan substansi pendidikan.

Sayangnya, Komite Sekolah “lebih akrab” dengan sekolah daripada dengan publik. Dalam kadar dan kasus tertentu, kadang Komite menjadi corong untuk menyuarakan kepentingan sekolah, yang dapat dipastikan juga menyuarakan suara kepentingan (politik pendidikan) pemerintah. Publik dan orangtua siswa pada akhirnya belum beranjak posisinya sebagai objek pendidikan.

Dalam sebuah forum yang dihadiri Komite Sekolah, orangtua siswa menyampaikan usulan sekaligus bertanya, “Mengapa setiap forum yang dihadiri Komite selalu membicarakan soal anggaran keuangan dan kebutuhan dana pendidikan? Mengapa tidak sesekali berdiskusi misalnya tentang program pembelajaran, prestasi siswa, kualitas guru? Apakah Komite hanya peduli pada sarana prasarana sekolah yang pada akhirnya akan bermuara pada kebutuhan pendanaan?”

Mendambakan Komite Sekolah yang pro-kualitas sesungguhnya mendambakan sekolah tanpa kegagalan. Bagaimana itu? Setiap siswa teridentifikasi potensi, bakat, dan minatnya, dipetakan kecerdasannya, terdeteksi kelemahannya. Sekolah yang mendidik manusia agar mampu menjalankan peran dan fungsinya sebagai manusia.

Sekolah tanpa kegagalan bukan terutama dibangun oleh sarana prasarana melainkan ditentukan oleh bagaimana mindsethumanisme pendidikan dikembangkan. Munculnya gugatan publik atas biaya pendidikan yang mahal atau menjamurnya sekolah dengan biaya mahal merupakan akibat dari lemahnya keterlibatan publik dalam melakukan kontrol kinerja sekolah.

Untuk itulah dibutuhkan peran dan fungsi Komite Sekolah yang membela humanisme pendidikan dan aspirasi publik. Mendambakan Komite Sekolah yang pro-kualitas tidak berlebihan kan? []

Jagalan 16 07 16

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun