Dalam kasus perpeloncoan, mindset kolonial yang menguasai cara berpikir guru dan kepala sekolah juga perlu dipangkas. Diformat lalu diinstal ulang.Â
Tidak mudah memang, mengingat yang ditangani adalah mindset berpikir, bagai virus yang menyebar dan berlangsung turun temurun selama puluhan tahun. Untuk itu keterlibatan publik dan orangtua diharapkan sungguh agar tercipta anti-virus.
Pertanyaan pun mengemuka, apakah publik dan orangtua tidak pula dijangkiti virus mindset kolonial? Dalam kadar dan kasus tertentu publik dan orangtua perlu diedukasi. Gerakan pendidikan yang adil dan beradab untuk membuka wawasan dan cara berpikir masyarakat mendesak sangat untuk dilangsungkan
Pendidikan bukan milik sekolah semata. Sekolah bukan pagar bertembok tinggi yang terisolasi dari lingkungan sekitar. Sekolah bukan camp berisi manusia pesakitan. Sekolah bukan monopoli guru dan kepala sekolah. Menyelenggarakan pendidikan yang berkemanusiaan adil dan beradab dijadikan gerakan bersama. Perpeloncoan dan model kegiatan belajar di sekolah yang nir-akal sehat dan nir-harkat kemanusiaan bukan bencana bagi siswa saja tapi bencana bagi masa depan kehidupan kita semua.
Karena itu, kita berharap kegiatan hari pertama di sekolah tidak mengalami evolusi eufemisme. Kejahatan tidak selalu melibatkan fisik: kejahatan mental tak kalah menyakitkan siswa. Warga sekolah, publik dan orangtua perlu benar mencermati kegiatan Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS).Â
Kita mengendaki kegiatan hari pertama di sekolah tidak hanya berubah istilah, menampilkan wajah eufemisme yang jelita, dan kejahatan fisik, intelektual, mental tetap berlangsung – bahkan tampil lebih lembut, canggih, dan rapi.
Jadi, mari mewaspadai evolusi perpeloncoan demi memelihara harkat kemanusiaan anak kita. []
Jagalan 140716
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H