Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menikmati Keramahan dan Kemeriahan “Riyoyo Kupat” di Trenggalek

13 Juli 2016   23:15 Diperbarui: 13 Juli 2016   23:22 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meriah oleh Hentakan Drumband | Foto: AS Syahid

Lisan bisa
Lisan bisa
Godaan duniawi disimbolkan oleh beras, isi ketupat sebelum ditanak. Beras menggambarkan nafsu duniawi yang harus dikendalikan. Nafsu duniawi tidak untuk dipuaskan sampai tandas. Apalah bedanya dengan hewan, bahkan hewan pun dalam kadar tertentu tidak selalu memuaskan nafsunya.

Dunia menjadi tempat untuk menanam kebaikan. Menebar benih-benih kebajikan. Bagaimana caranya? Menjalin silaturahim adalah metode menebar benih kebajikan. Silaturahim, mendekatkan yang jauh, melekatkan yang dekat, diikuti kesadaran untuk menyambung Kasih Sayang Tuhan. Disimbolkan oleh anyaman janur yang dirangkai sedemikian rupa, sehingga beras di dalamnya tidak bocor.

Tanpa perbedaan | Foto: AS Syahid
Tanpa perbedaan | Foto: AS Syahid
Anyaman janur membentuk ketupat, bersegi empat, bagai bangunan Ka’bah. Simbol kerukunan dan persatuan umat manusia, tanpa membedakan ras, kulit, dan golongan.

Meriah oleh Hentakan Drumband | Foto: AS Syahid
Meriah oleh Hentakan Drumband | Foto: AS Syahid
Tidak terasa, saya sudah berada diantara mereka yang sedang menunggu rombongan pawai. Pukul 09.30 pawai dibuka oleh beberapa grup drumband. Disusul oleh rombongan berikutnya yang menampilkan kreativitas warna-warni dengan tetap mempertahankan kesederhanaan.

Tidak ketinggalan kesenian tradisional juga ambil bagian. Kesenian jaranan yang beberapa tahun terakhir makin diminati warga Jawa Timur mengingatkan masa kecil saya. Lakon ndadi merupakan puncak pertunjukan jaranan. Makan beling, mengunyah semprong (penutup kaca yang dipasang di lampu oblek), makan dedek, dan perilaku aneh lainnya menjadi pertunjukan yang cukup menghibur, dan kadang menakutkan.

Tidak perlu
Tidak perlu
Pawai Gebyar Ketupat bisa menjadi even khas tahunan yang akan membawa manfaat maksimal apabila dikonsep dan ditata dengan mengakomodasi keunggulan Kab. Trenggalek. Momentum hari raya ketupat belum ditampilkan secara khusus dalam Pawai Gebyar Ketupat, selain makan ketupat gratis. Walaupun terkesan layaknya karnaval bulan Agustus, hal itu tidak mengurangi kemeriahan gelaran.

Alunannya merintih, seperti alunan nasib yang selalu merintih | Foto: AS Syahid
Alunannya merintih, seperti alunan nasib yang selalu merintih | Foto: AS Syahid
Nampaknya perayaan tahun depan akan lebih meriah lagi, mengingat sejak pertama kali pawai diadakan, even tahunan ini selalu mengalami perbaikan dan peningkatan. 

Terpenting dari semua itu, Pawai Gebyar Ketupat di Kab. Trenggalek membuktikan bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang ramah. Bangsa yang penduduknya senang hidup rukun, guyub, dan santun. []

Kelutan 13 07 16

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun