Panggilan hidup seperti apa yang menyeruak dari dasar nurani setelah menyaksikan beberapa pemudik meninggal dunia selama perjalanan ke kampung halaman? Panggilan hidup seperti apa yang mengusik telinga batin setelah mendengar kabar pembagian zakat, infaq, dan sedekah kerap diwarnai adu dorong dan adu desak? Panggilan hidup seperti apa yang mengusai tekad kesadaran setelah menyaksikan dan berada di tengah kesemrawutan berkendara di jalan raya?
Life calling bukan labeling dan topeng kerja sosial yang mengumumkan dirinya sebagai organisasi, lembaga, yayasan nir-laba. Bukan panggilan hidup yang pura-pura mengabdi, apen-apen mempersembahkannya untuk (umat) manusia, gaya-gayaan menebar kemanfaatan bersama. Bukan kerja sosial politik kemanusiaan yang menghitung laba untuk kepentingan diri, keluarga, atau kelompoknya.
Panggilan hidup – dimana pihak pertama kali yang harus dikalahkan adalah egoisme kepentingan pribadi. Menaklukkan api nafsu yang berkobar untuk melahap kenikmatan, kemewahan, kemegahan dunia.
Tidak harus kerja besar untuk memenuhi panggilan hidup. Cukup kita jawab pertanyaan sederhana ini: kehidupan ideal bagaimana yang kita kehendaki dan bayangkan untuk dijalani bersama? Alangkah banyak ragam dimensi dan aspek kehidupan yang bisa kita masuki dengan membawa visi dan misi life calling. Dan itu bisa kita mulai dari lingkungan terdekat di rumah atau kampung kita.
Sahabat saya di kampung petani telah memulainya. Dikumpulkannya anak-anak petani untuk diajak back to basic: mengakrabi kembali kehidupan di sawah. Makin sulit mencari anak-anak muda yang mau menjadi petani dan menggarap sawah ladang orangtuanya. Mereka cenderung memilih sikap pragmatis: sawahnya dijual saja.
Sahabat saya yang lain, di selatan kabupaten Malang, merangkul warga, membentuk komunitas pendidikan dusun. Pendidikan menjadi jalan untuk membuka pikiran warga dusun sekaligus menyiapkan pola pikir masa depan bocah-bocah di sana. Pendidikan yang berintegrasi dengan kondisi lingkungan sosial budaya kehidupan dusun.
Ada yang membuka majelis anak jalanan. Remaja tanggung dan pemuda tidak jelas pekerjaannya diajak mengolah diri, dibongkar perkakas cara berpikirnya, disiapkan mentalnya, dicerahkan batinnya, diajak tangguh menjalani kehidupan sebagai manusia yang bermartabat.
Sepuluh seratus seribu sejuta gerakan life calling dipelopori mereka yang sudah selesai hidupnya. Tidak lagi pusing oleh sejumlah bundelan-bundelan pribadi khas mayoritas manusia zaman sekarang.
Mereka yang terpatri di dasar keyakinannya bahwa apapun yang tidak membunuhmu akan menjadikanmu manusia yang semakin kuat. Beraktivitas untuk memenuhi panggilan hidup sungguh membahagiakan dan berlimpah makna. Bagaimana, sudah menemukan meaningful happiness? []
Kelutan 11 07 16
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H