Suara riang tertawa anak-anak itu pecah sudah. Mereka mengikuti permainan demi permainan dengan pikiran tanpa beban. Tidak berbeda dengan para guru: mereka larut menyatu dengan ulah tingkah bocah-bocah. Tak tahan saya menyaksikan keasyikan itu, sehingga saya pun melepas sandal dan bergabung bersama mereka.
Angin laut selatan mengirim ombak ke pantai. Gemuruh ombak mengabarkan gemuruh tekad bocah-bocah dusun yang tidak akan berhenti belajar. Mengabarkan gemuruh semangat pengabdian para guru untuk melayani pendidikan di dusun mereka sendiri.
Mengabarkan gemuruh pikiran saya sendiri, inilah pendidikan komunitas yang diwujudkan oleh manusia dusun tanpa pengetahuan bahwa mereka sedang berkomunitas karena bagi mereka yang penting adalah tekad dan kerja nyata.
Waktu bermain bagi anak-anak sudah habis. Mereka diperkenankan istirahat, menikmati air putih dan panganan sederhana ala dusun. Duduk berselonjor kaki menghadap ke laut, anak-anak itu tidak rewel dengan makanan dan minum. Seorang anak sorot matanya menatap jauh ke cakrawala samudera biru. Di batas cakrawala itu ia seakan melihat cita-cita masa depannya.
Apakah acara sudah selesai? Pak Izar mengumpulkan para wali siswa baru dan guru. Ternyata sesi berikutnya adalah kegiatan yang melibatkan wali siswa dan guru. Tarik tambang. Empat tim tarik tambang, gabungan wali siswa dan guru terbentuk. Saya pun turut serta ke dalam salah satu tim itu.
Di dusun Bajulmati, saya merasakan kegembiraan yang alami di tengah acara, yang menurut orang kota bernama family gathering.  Ah, apapun istilahnya, dan sahabat-sahabat saya di dusun ini pun tidak tahu dengan istilah itu – nyatanya kami merasakan keguyuban, kerukunan, kebersamaan secara apa adanya.
Jagalan, 020716 / Achmad Saifullah Syahid
Â