Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kriminalisasi Lagi, Kriminalisasi Lagi

1 Juli 2016   23:18 Diperbarui: 1 Juli 2016   23:40 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menolak Kriminalisasi Guru | Sumber: http://m.beritajatim.com/hukum_kriminal/

Dinamika kegiatan belajar mengajar zaman saya sekolah dasar jauh berbeda dengan anak zaman sekarang. Kenakalan anak zaman saya amat berbeda karakter dan polanya dengan kenakalan anak zaman sekarang. Mandi di sungai saat jam belajar berlangsung adalah pelanggaran kelas berat zaman saya bersekolah di SD. Menjelang pulang sekolah bersama enam kawan lainnya, kami atri berbaris untuk menerima cubitan di pinggang.

Apakah saya marah, jengkel, dendam atas “kekerasan” yang dilakukan Ibu Kepala Sekolah waktu itu? Sama sekali tidak. Bagi kami itu kenangan indah, yang selalu jadi tema perbincangan saat reuni bersama teman-teman sekolah dasar. Cubitan Ibu Kepsek itu seakan menjadi jalan bagi saya menerima pengertian dan ilmu yang lebih luas, dan tentu saja kebijaksanaan.

Saya tidak menyarankan perbuatan yang sama kepada guru-guru masa kini. Di samping tingkat keprihatinan guru-guru kita zaman dulu lebih ikhlas dihayati dan tulus mendidik, sehingga tindak “kekerasan” mereka berangkat dari kebeningan hati nurani, guru zaman sekarang akan berhadapan dengan perangkat hukum, Undang-Undang Perlindungan Anak.

Cubitan yang saya terima usai mandi di sungai bukan tindak kekerasan, apalagi kriminalisasi guru, karena zaman itu belum ada perangkat hukum untuk menjeratnya. Juga bapak saya pasti akan membenarkan tindakan guru dan menyalahkan perbuatan saya. Bapak saya akan sangat berterima kasih karena guru sudah mendidik saya dengan cara yang tepat.

Menurut A’an Efendi, dalam Meluruskan Makna Kriminalisasi, kriminalisasi menjadikan suatu perbuatan yang sebelumnya bukan tindak pidana menjadi tindak pidana. Syarat mutlak suatu kriminalisasi adalah bahwa itu harus dilakukan dengan undang-undang. Tanpa undang-undang tidak ada kriminalisasi. Undang-undang adalah conditio sine quanon dilakukannya kriminalisasi.

Fakta hukum Undang-Undang Perlindungan Anak (sebagai conditio sine quanon) harus diterima guru. Sungguh ironis, peristiwa pendidikan yang berlangsung di sekolah, yang seharusnya menghadirkan humanisme pendidikan, ternyata rentan berhadapan dengan perangkat hukum. Kenyataan yang disikapi oleh sebagian kalangan guru sebagai rasa tidak aman dan nyaman saat mendidik siswa di sekolah.

Terminologi kriminalisasi guru menimbulkan rasa bahasa yang tidak nyaman. Risih. Saya menilai sikap edukatif dan moralitas guru dikesankan kikis. Guru hanya menjadi pekerja biasa, kalau tidak ingin disebut buruh, karena pondasi nilai luhur yang menjadi roh peran seorang guru disandingkan dengan perbuatan tindak pidana. Kriminal dan guru: bukankah dua paradok yang mengacaukan kesadaran nilai?

Bagaimana kalau kita memakai terminologi depenalisasi guru? Masih menurut A’an Efendi, depenalisasi berarti suatu perbuatan yang awalnya tindak pidana setelah didepenalisasi berubah menjadi bukan tindak pidana tetapi apabila perbuatan itu dilakukan pelakunya masih dapat dikenakan sanksi tetapi bukan sanksi pidana melainkan sanksi perdata (ganti rugi) ataupun sanksi adiminstratif.

Saya tidak tahu apakah depenalisasi guru dapat diterapkan dalam kasus kekerasan yang dituduhkan pada guru. Silahkan para pakar hukum mengkajinya. Saya cuma tidak rela, peran seseorang yang seharusnya digugu dan ditiru hilang makna filosofinya yang paling mendasar. []

Jagalan 01 07 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun