Anis Baswedan tidak main-main mendorong setiap sekolah agar menjadi lingkungan belajar yang aman dan nyaman. Sekolah yang menyelenggarakan kegiatan belajar secara menyenangkan. Sekolah bagai taman: anak-anak merasa gembira dan menghabiskan waktunya di sana.
Harapan itu tergambar jelas dalam pesan yang ditulis Mendikbud di situs Sekolah Aman. “Bukan tanpa alasan Ki Hadjar Dewantara menggunakan istilah “Taman” sebagai konsep pendidikannya. Taman berarti sebuah tempat bermain. Teduh, tenang, dan tentunya menyenangkan. Anak-anak senantiasa gembira berada di taman. Mereka dengan senang hati menghabiskan waktu di taman. Ki Hadjar ingin konsep pendidikan seperti sebuah taman. Pendidikan haruslah menyenangkan, belajar adalah proses kegembiraan.”
Taman dapat diartikan dan berwujud sebagai taman, dengan bunga-bunga yang indah, kursi yang nyaman, pohon yang rindang, kupu-kupu hinggap di kelopak bunga. Sekolah menghadirkan taman secara fisik di lingkungan belajar.
Atau, selain menghadirkan taman secara fisik di sekolah, suasana belajar didesain serupa suasana di taman. Santai, nyaman, tapi tidak kehilangan minat dan sikap serius. Komunikasi antara guru dan siswa dilambari oleh suasana saling meng-orang-kan. Saling menghargai. Saling mengapresiasi. Saling mendukung. Saling menerima sebagai sesama manusia. Ah, alangkah indahnya…
“Ketika lonceng sekolah berbunyi,” pesan Anis, “Semestinya sebuah tanda dimulainya kegembiraan. Lalu ketika lonceng pulang berbunyi anak-anak akan enggan untuk pulang karena ia tak ingin kesenangannya berhenti.”
Taman menjadi tempat manusia bertemu untuk saling berinteraksi sebagai sesama manusia. Diskusi dengan tema yang berat akan berbeda rasa dan nuansanya ketika dilangsungkan di sebuah alam terbuka atau taman yang asri. Selain disuplai oksigen yang melimpah sehingga otak tidak meraung-raung tegang, hal itu juga dikarenakan suasana alam terbuka yang sejuk, asri, dan nyaman menghadirkan suasana alami yang damai di hati.
Situasi kegembiraan. Apabila dihubungkan dengan konteks suasana belajar di sekolah, anak-anak belajar secara menggembirakan. Ya, belajar itu menggembirakan. Bersuka ria, bergembira ria, layaknya suasana saat bermain di taman. Tanpa paksaan, tanpa tekanan, tanpa intimidasi. Belajar yang dikemas layaknya suasana bermain. Tepat sekali, bermain itu mencerdaskan.
Suasana belajar penuh kegembiraan layaknya bermain di taman, bukan menjadi kebutuhan anak-anak PAUD dan Taman Kanak-Kanak saja. Sekolah bagai taman tidak harus diidentikkan dengan pembelajaran model anak kecil.
Jika benar demikian, mengapa paket permainan outbond untuk kalangan dewasa laris manis? Bahkan manusia dewasa juga memerlukan suasana bermain. Kadang kita menikmati situasi konyol khas anak-anak untuk merefresh kembali ketegangan menjadi manusia dewasa yang tak habis ditindih tekanan-tekanan.
Sekolah dalam Tempurung
Namun, mentrasformasi harapan Anis Baswedan untuk menjadikan sekolah layaknya taman, bukan perkara mudah. Sekolah yang terlanjur dikekang oleh logika administrasi-birokratif akan mengalami tantangan besar. Komunikasi vertikal, antara atasan-bawahan, merupakan budaya sekolah, yang untuk merubahnya tidak semudah membalikkan tangan.