Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tradisi Mudik dan Sense of Purpose

26 Juni 2016   02:25 Diperbarui: 26 Juni 2016   03:14 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulang Kampung | Sumber: http://img.duniaku.net

Situasi mental kejiwaan yang mustahil dicapai oleh seseorang apabila ia tidak memiliki daya hidup. Spirit, misi, dan visi hidup menyatu dalam kesadaran Mandela. Di saat ia memegang kekuasaan, sense of purpose menuntunnya untuk tidak membalas semua perlakuan buruk yang diterimanya selama di penjara.

Apa kaitan semua itu dengan mudik? Laku mudik yang kita jalankan setiap tahun semestinya menghasilkan kesadaran esensial tentang sense of purpose kehidupan. Kita mengenalnya melalui ungkapan innaa lillaahi wa innaa ilaihi roji’un. Kita adalah milik Allah dan kembali kepada Allah.

Ungkapan yang kerap diucapkan ketika ada orang meninggal dunia itu merupakan daya hidup, sense of purpose, bagi para pelaku mudik. Jauh-jauh ia merantau hingga ke luar negeri, pada saat dan akhirnya harus kembali pulang ke kampung halaman. Jauh-jauh mengembara ke ibu kota, ia butuh untuk kembali ke kota kelahirannya.

Kita dapat membuat beragam simulasi laku kehidupan dengan menggunakan rumus innaa lilaahi ini. Puncak esensi kesadaran hidup adalah siap untuk kembali. I am prepared to die Mandela membuktikannya.

Ungkapan, jangan hidup kalau takut mati, atau jika takut mati jangan hidup, atau perjalanan pergi untuk kembali adalah sebuah kesadaran yang melingkar. Perjalanan kita bukanlah perjalanan garis linier. Setiap titik koordinat hidup yang terhubung akan membentuk lingkaran, karena menjalankan gagasan hidup yang menyatu dalam spirit visi kehidupan sejatinya adalah gerak pulang kembali kepada Sang Maha Hidup.

Hidup akan terasa datar apabila tidak kita miliki gagasan, misi, sense of purpose, atau daya hidup. Hanya rutinitas harian: makan, tidur, berangkat kerja, pulang, macet, mengeluh. Demikian pula mudik tanpa kasadaran sense of purpose: hanya pamer prestasi dan simbol kesuksesan.

Bahkan pun mudik harus kita temukan maknanya. Apa sense of purpose mudik kita tahun ini? []

Jagalan 26 06 2016

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun