Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Overpromise Pesantren Kilat di Sekolah

8 Juni 2016   01:43 Diperbarui: 9 Juni 2016   02:13 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan Harga Diri | Sumber: dewitnet.com

Kata kaum sufi, kita hidup di wilayah makhluk. Di wilayah kemakhlukan, mencapai sesuatu, dalam hal ini meraih tujuan pendidikan, diperlukan tahapan-tahapan dalam rentang waktu yang tidak sekedipan mata. Bila ada lembaga atau sekolah yang menawarkan pencapain tujuan pendidikan dalam waktu singkat, dengan cara-cara instant, bisa jadi kita dibohongi. Sekolah yang menawarkan overpromise!

Mengapa overpromise muncul di tengah praktek pendidikan? Bahkan pesantren kilat dan pondok ramadhan terpapar ketidakrasionalan yang sama? Karena kita menyerahkan tanggung jawab pendidikan bukan pada pihak yang tepat. Dalam hal ini kita perlu sepakat bahwa tanggung jawab pendidikan yang utama bukan pada sekolah melainkan pada orangtua. Keluarga merupakan pondasi dan pilar utama pendidikan.

Artinya, tanggung jawab mendidik anak sejatinya bukan tanggung jawab institusi sekolah. Sekolah dan para guru hanya membantu. Mereka berperan sebagai pihak sekunder. Pelaku primer pendidikan tetap orangtua. Patut disayangkan ketika peran dan fungsi utama bergeser dan diambil alih sekolah. Orangtua cuci tangan. Beban moral dan tanggung jawab berpindah ke pundak guru.

Anehnya, dalam beberapa kasus, situasi itu dimainkan dan dimanfaatkan oleh sekolah untuk menjaring siswa sebanyak-banyaknya. Ujung dari permainan ini adalah sekolah meraup laba materi yang tidak sedikit. Setali tiga uang, sekolah untung, orangtua siap membayar berapapun uang pendidikan yang diajukan sekolah. Sekolah pun tidak segan mengumbar janji.Terjadilah transaksi, atau gamblangnya, jual beli pendidikan. Para pakar menyebutnya komersialisme pendidikan.

Jadi overpromise itu muncul akibat dari komersialisme pendidikan. Bila itu terjadi di sekolah swasta, maka yang pasti untung adalah pemilik modal di sekolah itu. Bagaimana dengan guru? Guru cukup memperoleh tetesan gaji kalau bisa jangan sampai terlalu besar. Pemilik modal dan orangtua silahkan menambahkan satu hal saja di pundak guru: tanggung jawab moral. Bila guru gagal menjalankannya, pemilik modal langsung memotong tetesan gaji guru. Orangtua wajib komplain.

Overpromise pesantren kilat di sekolah ternyata bukan sekedar janji yang melangit. Ia menyangkut banyak aspek, dimensi, dan kepentingan. Cukup teman saya saja yang mengalaminya. Kita berlindung dari praktek pendidikan yang menyesatkan.[]

Jagalan 080616

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun