Meskipun sejak awal keberadaan lembaga pendidikan Harapan Bajulmati bukan hendak melahirkan sekolah alternatif, apa yang mereka kerjakan sungguh menampilkan harapan dan optimisme bahwa di tengah menjamurnya “sekolah bisu” telah hadir pula sekolah yang berhasil menempatkan peran dan fungsinya secara tepat di tengah lingkungan.
Ungkapan “sekolah bisu”, saya pinjam istilah ini dari Dr. Sylvia Tiwon, Guru Besar di Universitas Berkelay. Dalam prolog buku Sekolah Biasa Saja, Sylvia menulis, “Sekolah alternatif mengembalikan nilai manusia pada tempatnya yang utama dalam masyarakat dan dalam sekolah, meruntuhkan tembok pemisah antara keduanya.” Ya, komunitas pendidikan warga dusun Bajulmati telah melahirkan pendidikan alternatif yang terkesan "naif".
Di Bajulmati kita akan bertemu dengan manusia, ngajeni manusia sebagai manusia. Pendidikan ala dusun itu mendidik manusia agar tidak tergerus harkat dan martabat dirinya sebagai manusia. Semoga. [}
Achmad Saifullah Syahid
Sumber Foto: Mahbub Junaidi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H