Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Alternatif yang Naif

30 Mei 2016   20:28 Diperbarui: 30 Mei 2016   20:46 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekolahku Banyak Jendelanya

Meskipun sejak awal keberadaan lembaga pendidikan Harapan Bajulmati bukan hendak melahirkan sekolah alternatif, apa yang mereka kerjakan sungguh menampilkan harapan dan optimisme bahwa di tengah menjamurnya “sekolah bisu” telah hadir pula sekolah yang berhasil menempatkan peran dan fungsinya secara tepat di tengah lingkungan.

Ungkapan “sekolah bisu”, saya pinjam istilah ini dari Dr. Sylvia Tiwon, Guru Besar di Universitas Berkelay. Dalam prolog buku Sekolah Biasa Saja, Sylvia menulis, “Sekolah alternatif mengembalikan nilai manusia pada tempatnya yang utama dalam masyarakat dan dalam sekolah, meruntuhkan tembok pemisah antara keduanya.” Ya, komunitas pendidikan warga dusun Bajulmati telah melahirkan pendidikan alternatif yang terkesan "naif".

Sekolahku Banyak Jendelanya
Sekolahku Banyak Jendelanya
Dan yakinlah, para sahabat saya di dusun Bajulmati tidak mengetahui detail-detail teori pendidikan. Mereka berbekal kasih sayang: sebuah daya pengubah, daya memanusiakan, daya membebaskan, daya memberdayakan sesama. Mereka menyelenggarakan pendidikan dilandasi oleh kasih sayang. Mungkin terkesan cengeng atau romantis. Kasih sayang dikonotasikan sebatas pendidikan keluarga, antara orangtua dan anak. Sementara di lingkungan sekolah, kasih sayang telah lama ditinggalkan. Tidak heran apabila pendidikan kehilangan ruh: lahirlah para zombie. 

Di Bajulmati kita akan bertemu dengan manusia, ngajeni manusia sebagai manusia. Pendidikan ala dusun itu mendidik manusia agar tidak tergerus harkat dan martabat dirinya sebagai manusia. Semoga. [}

Achmad Saifullah Syahid

Sumber Foto: Mahbub Junaidi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun