Maka, alangkah ndeso sekolah dan para warganya yang masih menganggap dirinya adalah produsen ilmu pengetahuan. Mereka menganggap dirinya adalah sumber dan pusat segala ilmu dan keterampilan. Kalau itu yang terjadi, kepada para siswa saya menyarankan jawaban berikut: “Aku tidak butuh sekolah. Aku bukan gelas plastik. Pengetahuan dan ilmu bisa aku petik dari udara, dari dedaunan, dari air mengalir, dari setetes embun. Aku berdaulat dengan diriku. Aku manusia yang mengemban misi masa depan dari Tuhanku. Sekolah terlalu sempit untuk menampung takdir hidupku sebagai duta kehidupan.”
Sekolah harus terus berbenah, melakukan dekonstruksi model pembelajaran agar tidak menjadi goa masa lalu. Layak untuk dikoreksi dan dipikir ulang paradigma sekolah yang lebih tertarik pada mata pelajaran, tapi tidak tertarik pada kepribadian siswa.
“Orang tua perlu tahu dan memastikan bahwa sekolah tertarik pada individu siswa,” saran Jane Caro, co-author of the book What Makes a Good School?.“Hal ini penting bagi siswa untuk merasa selaras dengan sekolah. Mereka perlu merasa ada orang di sekolah yang memahami mereka. Mereka tidak belajar dengan cara yang sama. Tidak ada satu ukuran yang cocok untuk semua. Mereka menjadi pembelajar terbaik ketika mereka terlibat dan terjadi di lingkungan yang bebas dari rasa takut." []
Jagalan 160516
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI