Kering dan linier. Demikian kesan proses belajar agama yang belangsung di sekolah. Teks buku pelajaran agama juga menunjukkan indikasi serupa. Alot untuk dikunyah. Tidak merangsang dialektika berpikir. Belajar agama dikemas dengan tingkat penalaran yang cukup rendah: pokoknya ya begitu itu.
Namun, di tengah lipatan-lipatan self-destructive pendidikan yang sedang menghancurkan dirinya itu, yakinlah akan muncul dan sedang tumbuh tunas-tunas baru. Model layanan pendidikan yang mengedepankan sisi humanistik. Seperti menjamurnya warung kopi dan kafe-kafe yang menawarkan ragam menikmati kopi dengan ciri khasnya masing-masing, yang membebaskan dirinya dari ikatan merk kopi yang sudah mapan. Pendidikan dengan ide dan layanan yang revolusioner-humanistik.
Rumah Ngaji Al-Syahidy, 140416 Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H