Sekolah tidak lagi menjadi taman siswa. Ia disulap, didesain, dikondisikan semewah mungkin. Pendidikan yang diwakili bentuknya oleh sekolah kerap dianggap kemewahan. Nuansa struktur kelas sosial hingga hari ini masih mewarnai sikap masyakarat memandang pendidikan.
Bukankah hal itu mencerminkan egoisme di kedua belah pihak: egoisme sekolah dan egoisme wali siswa? Egoisme sekolah diindikasikan oleh sikap transaksional dalam melayani pendidikan siswa.Â
Egoisme wali siswa ditandai oleh kesanggupan membayar berapapun dana yang dibutuhkan sekolah. Dua egoisme bertarung saling menuntut. Lalu dimanakah para siswa berada? Yang pasti siswa berada di bawah tekanan kedua pihak: sekolah dan orangtua.
Sekolah menekan siswanya agar mencapai standar minimal nilai pelajaran yang telah ditetapkan guru. Di rumah orangtua memasang standar nilai pelajaran anaknya harus seratus.Â
Bila tidak tercapai anak harus siap diinterogasi dan guru wajib dipertanyakan kompetensi mengajarnya. Di antara pertarungan dua kepentingan ini adakah yang memihak harkat manusiawi siswa?
Anak frustasi. Sekolah dan rumah menjelma neraka. Psikologi jiwanya bolong. Ia menutupinya dengan pelampiasan-pelampiasan. Main game. Browsing tanpa arah. Bullying di sekolah. Saling ejek dengan teman. Tawuran. Begini ini pendidikan? Begini ini sekolah?
Jagalan 140416
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H