Sejak dahulu, ada banyak perdebatan tentang hubungan agama dengan pemerintahan. Ada yang menganggap agama adalah penghambat kemajuan, penghambat ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Buktinya, bisa dilihat pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto Amerika Serikat (yang merupakan salah satu negara sekuler) pada 2023, sebesar 27360,94 miliar dolar AS (sumber: https://id.tradingeconomics.com/united-states/gdp). Jadi, apa benar demikian?
Nyatanya, tidak seperti itu. Agama dan Pemerintahan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan, dalam setiap hukum yang dibuat oleh negara, pasti ada unsur agamanya. Mengapa? Karena, agama selalu mengutamakan kebaikan dan kebenaran. Agama selalu menerapkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.Â
Dalam jurnal yang ditulis oleh Aqil Teguh Fathani dan Zuly Qodir, ada 2 paradigma tentang hubungan negara dan agama. Yang pertama, adanya hubungan terikat antara agama dan negara. Hubungan ini membuat negara tak hanya menjadi lembaga politik, tetapi juga lembaga keagamaan.
Yang kedua, adanya hubungan saling memengaruhi antara Agama dengan negara (Simbiotik-Interpenden). Agama memerlukan negara sebagai wadah untuk berkembang. Sebaliknya, negara memerlukan agama sebagai petunjuk arah dalam moralitas dan etika dalam setiap perkembangan.
Selain itu, ketika membuka kembali sejarah dunia, manusia bisa melihat bagaimana cemerlangnya Kerajaan Abbasiyah (750-1258 M). Salah satu Kerajaan Islam terbesar ini mampu menjadi pusat peradaban dunia karena majunya ilmu pengetahuan mereka.
Para pemimpin kerajaan tersebut, bisa menyatukan pemahaman agama dengan kebijakan negara. Mereka membebaskan rakyatnya memilih agama yang mereka yakini. Para pemimpin tersebut juga berhasil memetakan setiap potensi rakyatnya sehingga mampu menguasai hampir setiap bidang ilmu pengetahuan.
Bagaimana dengan Masa Kegelapan Eropa? Masa Kegelapan atau yang biasa disebut Dark Age adalah abad terbelakangnya Eropa. Pada masa ini, hampir seluruh lini kehidupan dikendalikan oleh Gereja. Dari segi sosial budaya, pendidikan, bahkan kenegaraan, semuanya didasarkan pada keputusan Gereja. Inilah kekurangan mereka. Mereka hanya memperbolehkan rakyatnya untuk belajar agama, tanpa belajar ilmu pengetahuan lainnya. Masyarakat Eropa saat itu, hanya diizinkan untuk mengembangkan keilmuan agama mereka, tetapi melupakan ilmu umum. Sehingga, peradaban Eropa kala itu, mengalami kemunduran dalam bidang ilmu pengetahuan.
Agama dan negara bukanlah dua hal yang saling bertolak belakang. Keduanya memiliki relasi yang kuat satu sama lain. Hanya saja, bangsa Indonesia belum mampu mengoptimalkan kondisi ini. Bangsa ini seharusnya menyontoh bagaimana Daulah Abbasiyah menjalankan pemerintahannya. Pemerintah hendaknya memetakan dan memfasilitasi setiap potensi rakyatnya, membuatnya unggul di satu bidang tertentu, dan bisa bermanfaat bagi kemajuan Republik Indonesia.
Esai ini tidaklah sempurna tanpa adanya koreksi dan kritikan dari orang-orang yang ahli di bidangnya. Maka, tinggalkan komentar dan saran agar penulis bisa menyadari kesalahannya dan memperbaikinya di kemudian hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H