Mohon tunggu...
Achmad Humaidy
Achmad Humaidy Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger -- Challenger -- Entertainer

#BloggerEksis My Instagram: @me_eksis My Twitter: @me_idy My Blog: https://www.blogger-eksis.my.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menghargai Keragaman Bangsa Melalui Festival Kebhinekaan

21 Februari 2024   02:26 Diperbarui: 21 Februari 2024   02:43 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Muhamad Sridipo dari Watchdoc Documentary sekaligus produser film dokumenter (dokpri)
Muhamad Sridipo dari Watchdoc Documentary sekaligus produser film dokumenter (dokpri)

     Seolah tak cukup melihat penjelasan visual, penulis pun ikut sesi diskusi yang menghadirkan salah satu produser film dokumenter ini. Ia adalah Muhamad Sridipo. Dari diskusi, kita bisa paham bahwa ada guncangan politik yang terjadi di Jogja sehingga kondisi sosial ekonomi mencuatkan problem penguasaan tanah yang menyimpang. Ada abdikasi, keuangan, dan pertanahan yang mau diungkap dalam film dokumenter ini.

     Demi mendapat hak atas tanah, etnis Tionghoa di sana tetap bertahan hidup melalui kegiatan kesenian seperti atraksi Barongsai atau wira usaha untuk dukung ekonomi kreatif daerah tersebut. Meski dibatasi aturan, mereka tetap ingin ada dialektika ruang antara warga negara dan aturan yang hidup. Mereka tetap berada pada jalur penantian dan ingin diperlakukan sebagai warga negara lain yang setara.

    Film dokumenter ini memang lebih lengkap dari film pertama. Hanya pada suara narator masih seperti pembawa berita. Padahal kalau suara narator lebih menekankan pada intonasi penceritaan tentu penonton bisa lebih terlarut dalam nasib pilu etnis Tionghoa yang hidup di Jogja tapi merasa tak punya hak kepemilikan atas tanahnya sendiri. Mereka masih menyimpan tekad untuk dapat hak atas tanah dan diskriminasi terhadap etnisnya pun bisa musnah.

        Setelah menonton kedua film dokumenter tersebut peningkatan kesadaran penulis tentang toleransi makin terbentuk. Semua individu yang tinggal di Indonesia tentu punya hak yang sama sebagai warga negara. Seperti yang kita ketahui, perkuat lagi sikap saling menghargai dan menghormati atas keragaman. Dengan begitu, kita bisa menjunjung tinggi pancasila sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia.

Kegiatan harian Festival Kebhinekaan (dok. Wisata Kreatif Jakarta)
Kegiatan harian Festival Kebhinekaan (dok. Wisata Kreatif Jakarta)

        Festival Kebhinekaan yang diadakan Wisata Kreatif Jakarta (WKJ) luar biasa antusiasmenya. Acara yang sudah menginjak tujuh tahun tersebut menyebarkan pesan perdamaian, toleransi antarumat beragama, dan pencegahan radikalisme. Dengan usung tema "Anjangsana Kebhinekaan", maka festival ini mendorong setiap peserta yang datang untuk menjadi toleran di tengah kemajemukan bangsa Indonesia. Semoga para pengambil kebijakan publik terutama Pemerintah juga bisa ikut serta hadir dalam festival ini sehingga mereka bisa lebih melek terhadap realita keragaman bangsa yang ada dalam kehidupan nyata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun