Gaya hidup minimalis jadi tren selama pandemi. Nyatanya, pola hidup sederhana tersebut sudah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW sejak dahulu. Meski tinggal di rumah yang teramat sederhana, Rasulullah terbukti jadi sosok yang paling bahagia dan selalu menjadi teladan bagi umat-Nya.
Miris, saat media sosial digemparkan dengan fenomena flexing. Begitu banyak netizen yang mengaku kaya dan memamerkan harta. Tapi, semua itu hanya rekayasa. Kebohongan demi kebohongan yang ditampilkan di dunia maya ternyata membuat hidup mereka tidak bahagia. Eksistensinya hanya sesaat, mereka pun sesat mendekam dibalik jeruji besi kini. Kekayaannya dianggap sebagai bagian dari praktek pencucian uang atau ada juga yang terjebak dalam frase 'kaya mendadak' dari hasil judi online atau robot trading ilegal. Sungguh! Perilaku tersebut jauh dari teladan hidup Rasul.
Nabi Muhammad SAW selalu mencontohkan umat-Nya hidup sederhana, tidak tamak, dan jangan menghamba (cinta pada dunia). Hidup sederhana ini sangat diperlukan karena Allah kadang menempatkan hamba-Nya dalam keadaan yang tak semestinya diharapkan. Dunia pasti berputar. Orang-orang yang sudah melatih hidup sederhana akan terbiasa hidup apa adanya bukan ada apanya.
Perilaku pertama hidup sederhana Rasulullah diwujudkan dengan sifat jujur (sidiq). Dalam setiap khutbahnya, Ia selalu menyampaikan pesan bahwa sifat ini menjadi ujian berat dalam hidupnya. Ketika usia 12 tahun, Nabi Muhammad SAW ikut pamannya berdagang. Saat berdagang, ia dikenal dengan kejujurannya. Muhammad tak pernah menipu siapapun yang terlibat setiap transaksinya. Beliau tidak pernah mengubah takaran atau mengurangi timbangan. Muhammad pun tak pernah memberikan sumpah palsu dan janji-janji yang berlebihan. Semua transaksi dilaksanakan secara sukarela dan disertai dengan ijab kabul jual beli.
Atas kejujurannya, Rasulullah dewasa diberi gelar "Al Amin" atau orang yang dapat dipercaya (amanah). Sifat amanah ini selalu dilandasi atas kepentingan umat. Beliau mulai memberi pencerahan bukan hanya dalam sisi spiritualitas, tetapi juga intelektualitas untuk mentransfer perilaku mulia (akhlakul karimah) jadi kebiasaan sehari-hari. Dari kebiasaan itu, akhirnya menjadi budaya dan menjelma dalam bentuk peradaban umat-Nya. Reputasi Rasulullah pun sudah disegani.
Sifat kecerdasan (fathonah) yang ada dalam diri Rasul mulai terbentuk. Kesalehan individualnya tak hanya untuk membuat dirinya bahagia, beliau turut mewujudkan kesalehan bersosial. Rasulullah tak pernah sibuk mencari pinjaman utang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beliau lebih menekankan pada mawas diri. Kontrol apa yang dibeli, apa yang dipikirkan, dan apa yang dirasakan. Ikhtiar untuk menanamkan sifat ini dilakukan tiada henti. Seolah, Ia belajar jadi orang yang zuhud. Orang-orang yang siap meninggalkan sikap berlebihan dalam perkara yang menyibukkan diri sehingga tak lalai dalam menunaikan ketaatan kepada Allah.
Terakhir, sifat menyebarkan atau menyampaikan hal baik (tabligh) juga masuk dalam konsep hidup sederhana ala Rasulullah. Â Sesuai dengan ajaran Al-Qur'an, beliau menyerukan agar tidak mengumpulkan dan menimbun uang atau emas-perak, karena beliau memandang hal itu merugikan kepentingan golongan miskin dari masyarakat dan mengakibatkan kacaunya ekonomi masyarakat dan itu bisa berujung dosa. Sekali peristiwa Umar mengajukan saran kepada Rasulullah SAW, sebab beliau harus menerima duta raja-raja besar, beliau disarankan agar sebaiknya menyuruh buatkan jubah indah lagi mewah untuk dikenakan pada peristiwa-peristiwa resmi. Rasulullah SAW tidak menyetujui saran itu dan bersabda, "Tuhan tidak akan rida kepadaku mengikuti cara itu. Aku akan menerima tiap- tiap orang dengan pakaian yang biasa kupakai." Pada suatu ketika beliau menerima hadiah bahan pakaian dari sutera. Satu diantaranya diberikan kepada Umar. Umar bertanya, "Bagaimana akan dapat memakainya, kalau anda sendiri telah melarang memakai pakaian sutera?" Rasulullah SAW menjawab, "Tiap -tiap hadiah tidak dimaksud untuk dipakai sendiri." Maksud beliau yaitu supaya Umar memberikan kepada istrinya atau anak perempuannya karena pakaian itu dari sutera atau untuk keperluan lain (Bukhari, Kitab al-Libas).
Itulah 4 sifat rasulullah dalam konsep hidup sederhana. Semua itu bisa menjadi kunci yang diberi Rasulullah kepada umat-Nya untuk selalu bersyukur. Sejatinya, kesederhanaan bisa membawa kita pada kenikmatan yang paling substantif seperti sehat fisik, sehat mental, dan bisa bernafas untuk merasakan alam dan sekitarnya.
Hidup itu sederhana, tapi gengsi yang kadang membuat rumit. Dengan hidup sederhana, kita akan terjaga dari hidup berlebih-lebihan yang tidak disukai oleh Allah SWT. Toh, Rasulullah SAW saja semasa hidupnya sangat bersahaja. Tidak inginkah kita mencontoh sebagai bagian dari umat-Nya?
Jadikan perintah puasa yang sedang kita jalankan hari ini untuk kembali menumbuhkembangkan rasa empati. Kita harus merasakan apa yang dirasakan saudara lainnya yang kadang sulit untuk mendapat makan dan minum. Jangan jadikan puasa sebagai seremoni belaka, kembalikan lagi hakikat puasa untuk tetap menjalani hidup sederhana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H