Sembilan bahan pokok di dalam bercinta
Jangan sampai kurang satu, bisa kurang mesranya
Petikan lirik lagu Sembako Cinta yang pernah dipopulerkan oleh Thomas Djorghi dalam irama dangdut membuat aku berpikir kembali. Apakah sembako memang harus terpenuhi dalam aktivitas sehari-hari.Â
Baik itu sembako cinta dalam hubungan bersama si doi maupun sembako pada arti sebenarnya yaitu sembilan bahan pokok yang ditetapkan dalam Permendag 27/2017, seperti beras, jagung, kedelai, gula, minyak goreng, bawang merah, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras.
Apalagi sembako memang sangat dibutuhkan dalam masa pandemi Corona sekarang. Kesembilan bahan pokok tadi harus ditetapkan harga acuan pembelian dan penjualan oleh Kementerian Perdagangan. Penetapan harga acuan dipengaruhi beberapa faktor, misal biaya distribusi, tenaga kerja, keuntungan, sewa lahan, dan biaya retribusi.
Ketetapan harga tentu akan membuat kestabilan yang terjadi antar produsen dan konsumen. Kondisi lapangan jelas berbeda. Ada saja oknum nakal dari produsen yang mempermainkan harga sembako.Â
Jika dilihat dari sisi konsumen, banyak juga masyarakat yang menimbun sembako untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya (panic buying). Meski beberapa masyarakat memilih untuk berbagi sembako kepada masyarakat yang membutuhkan.
Berdasar Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa inflasi April 2020 sudah aman terkendali. Pasokan untuk komoditas pokok cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sampai lebaran.
Saat masuk bulan Ramadan, harga-harga di pasar masih tergolong rendah. Komoditas penyumbang deflasi terbesar dari cabai merah, daging ayam, dan telur. Sementara beberapa komoditas sebagai penyumbang inflasi terdiri dari bawang merah dan gula pasir.
Menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian Perdagangan dan Satgas Pangan telah membentuk Tim Pengawas. Nantinya, mereka bertugas mengawal dan mengawasi distribusi komoditas seperti bawang merah dan gula pasir, termasuk pemantauan ketat harga jual di pasaran.
Pengawasan atau pemantauan tersebut harus berkesinambungan dilakukan supaya tak ada oknum yang memanfaatkan kesempatan. Biasanya, praktik kotor yang dilakukan oleh produsen maupun distributor akan mempengaruhi stok gula nasional. Jika hal itu terjadi, imbas harga gula akan melonjak dan konsumen menjadi pihak yang dirugikan.
Asosiasi e-Commerce Indonesia (iDEA) juga menyatakan bahwa tren belanja masyarakat Indonesia yaitu memenuhi kebutuhan pokok. Masyarakat tidak terlalu banyak melakukan pembelian barang-barang di luar kebutuhan. Ibaratnya, "bisa makan nasi saja sudah cukup untuk bertahan hidup".
Back to basic yang dilakukan konsumen juga mempengaruhi sarana daring untuk berbelanja guna mendukung kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal ini harus dilakukan untuk menghindari penumpukan massa yang bertransaksi di pasar tradisional. Meski pasar tradisional dan ritel modern sudah ada yang menerapkan protokol kesehatan.
Munculnya keterbukaan pasar membuat aku memilih untuk berbelanja daring. Akses yang mudah dan cepat bertransaksi di pasar global tentu semakin asyik. Apalagi sudah didukung kemajuan perangkat teknologi. Belanja daring, memberi keuntungan positif bagi kita dalam menghemat waktu, tenaga, serta lebih fokus membeli sesuai kebutuhan bukan keinginan.
Guna mempermudah belanja sembako secara daring, Kompasianer bisa mengunjungi market place yang menyediakan kebutuhan pangan harian. Beberapa sembako dijual sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) dan mendapat gratis ongkos kirim.Â
Sembako yang dibeli bisa diantar sampai rumah. Jangan lupa ketika sembako datang, semprot bungkus paket sembako itu dengan disinfektan dan tunggu 5 sampai 6 menit sebelum dibuka.
Aku hanya bertanya untuk harga gula pasir dan bawang merah yang masih tinggi. Faktanya, Gula pasir merek Gunung Madu dijual Rp 17.000/kg dan bawang merah Rp 45.000/kg.
Kondisi demikian membuat pedagang tersebut menjual gula pasir dan bawang merah dengan harga yang melebihi HET. Sepengetahuanku, Harga Eceran Tertinggi untuk gula pasir itu Rp 12.500/kg dan bawang merah sekitar Rp 30.000/kg. Sebagai konsumen, kita harus teliti dan kritis melihat hal ini.
Penilaian konsumen diperlukan untuk memacu pelaku usaha demi meningkatkan kualitas dan membangun kepercayaan. Toh, perlindungan konsumen sudah diatur dalam Undang-Undang dan kita harus berani menyampaikan masukan atau keluhan terhadap barang yang dibeli apabila tidak sesuai. Segera kunjungi layanan yang terpercaya untuk mendapat kepuasan konsumen.
Distribusi sembako memang sudah aman, hanya saja stabilitas harga pasar masih butuh pengawasan. Semoga saja Pemerintah bisa menindak tegas pihak-pihak yang melanggar ketentuan dan dengan sengaja mengambil keuntungan dari situasi sulit saat ini.
   Aku berharap pasokan gula dan bawang merah di dalam negeri terus dijaga. Ketersediaan harus tetap terpenuhi sehingga sembako tak kurang satupun sama halnya ketika aku butuh sembako cinta untuk membangun hubungan dengan si dia. Bersama kita wujudkan "Hati Aman saat Berbelanja Nyaman"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H