Tentu kita masih ingat saat Cak Nun mengkritik program sedekah yang digagas oleh Ustad Yusuf Mansur di tahun 2017. Saat itu ustad yang disapa YM terlilit masalah pelik seputar bisnis investasinya. Berbagai kritikan pun datang karena banyak pihak yang menuding bahwa jalan sedekah yang digagasnya justru mewujudkan praktik program Patungan Usaha yang dibuat blunder pengelolaannya.
Terkait sedekah, beberapa minggu lalu Kompasianer pasti pernah melihat video yang viral di media sosial setelah sekelompok orang mengamuk di minimarket karena hanya diberi sedekah senilai Rp 1.000 saja. Dari video tersebut, kita bisa melihat bahwa sedekah itu tak hanya berpatok pada keikhlasan si pemberi saja, tetapi harus dipertimbangkan keikhlasan dari si penerima sedekah. Pro kontra pun timbul sehubungan dengan hakikat sedekah yang selalu hadir di tengah masyarakat Indonesia.
Kedua kejadian itu memaksa penulis untuk membuka kembali UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam kebijakan tersebut dijelaskan bahwa sedekah adalah harta atau non harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Dari pengertian tersebut, kita bisa mengenal bahwa sedekah bisa dilakukan berupa non harta seperti senyuman yang tulus, tutur kata yang baik, dan sikap sopan yang lebih beradab.
Sebagaimana hal ini telah dijelaskan dalam hadis Nabis Muhammad SAW yang menyatakan bahwa "kullu ma'rufin shadaqah" artinya "setiap (sesuatu) yang makruf (baik) itu adalah sedekah." Itulah hakikat sedekah yang memiliki jangkauan lebih umum dan lebih luas, meski kebanyakan masyarakat tetap saja memandang sedekah hanya terkait dengan urusan ekonomi, khususnya uang.
Setelah kita paham hakikatnya, kita sering bertanya bagaimana hukumnya memberi sedekah di jalan? Pertanyaan ini sering menimbulkan pro kontra dari kacamata publik karena banyak yang menilai bahwa sedekah di jalan terkesan sia-sia.
Konon banyak pengemis di jalan yang sudah terorganisir. Mereka yang sering meminta-minta menjadikan itu bagai profesi keseharian. Beberapa yang masih terlihat muda justru pandai berakting seolah tidak memiliki kaki atau menderita penyakit serius. Penulis sempat melihat pengemis ini berada di jembatan penyeberangan depan salah satu rumah sakit yang ada di wilayah Jakarta Barat.
Dari kondisi yang ada di lapangan tersebut, sedekah yang kita lakukan di jalan memang harus dibilang lebih selektif. Hal ini dilakukan untuk tidak membiasakan mereka menengadah terus tanpa kerja keras. Bukankah lebih baik tangan di atas daripada tangan di bawah!
Oleh karena itu, jika kita ingin memberi sedekah bisa dimulai dari lingkungan terdekat yang kita kenal terlebih dahulu. Kita juga bisa mengunjungi beberapa panti untuk memberi donasi sedekah tersebut. Lebih lanjut sedekah juga bisa disalurkan melalui lembaga-lembaga yang sudah terpercaya untuk mendistribusikan dan mendayagunakan sedekah itu sendiri.
Kembalikan lagi sedekah itu kepada niat. Hendaknya kita bersedekah dengan sesuatu yang kita yakini bahwa mereka yang menerima sedekah memang layak untuk diberi. Tak perlu pencitraan atau ria di media sosial bahwa kita telah bersedekah kemana saja.
Allah SWT tidak tidur. Beliau maha mengetahui apa yang sudah kita sedekahkan. Yakinlah! Sedekah akan membuka jalan bagi setiap kesulitan yang kita dapat jika dijalani dengan penuh keikhlasan.
"Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?"
[QS. Al-Munaafiquun: 10]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H