Sesampainya di laut
Kukabarkan semuanya
Kepada karang kepada ombak
Kepada matahari
Tetapi semua diam
Tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri
Terpaku menatap langitÂ
(Ebiet G. Ade)
Bencana masih menyisakan duka. Belum lama kita mendengar tragedi tsunami dan gelombang tinggi yang menelan korban ratusan jiwa. Entah sudah berapa kali Indonesia dilanda bencana. Semua layak jadi peringatan akan kondisi lingkungan yang mulai tua. Refleksi akhir tahun membawa kita untuk tetap menjaga bumi tercinta.
Apapun jenis bencana alam yang menimpa kita seperti banjir, erupsi gunung api, tanah longsor, kebakaran hutan, kemarau panjang, hingga berubah pola curah hujan harus dihadapi dengan waspada. Kondisi demikian sudah menjadi panggilan alam yang mengingatkan manusia tentang kerusakan lingkungan yang harus dihadapi saat ini. Seruan untuk mereposisi diri dan mengubah perilaku terhadap lingkungan hidup harus kita pahami.
Apa iya, kita harus menyalahkan berbagai pihak ketika bencana itu datang. Ada yang bilang bencana ekologi itu terjadi saat rendahnya kualitas keputusan politik yang dikeluarkan Pemerintah yang jarang sekali pro lingkungan dan pro rakyat. Bahkan banyak yang menuding kehancuran lingkungan saat ini akibat monopoli kekuatan ekonomi, politik nasional, dan global di tangan pemilik modal yang berorientasi keuntungan materi semata. Sudahlah, bukan saatnya mencari siapa yang benar dan siapa yang salah. Hal ini harus jadi renungan bersama.
Tanggal 20 Desember 2018 lalu, penulis baru saja hadir dalam acara Jumpa Pers Akhir Tahun 2018 di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona. Dalam kesempatan itu, Arief Yahya selaku Menteri Pariwisata menyatakan bahwa ada  3 tantangan yang dihadapi industri pariwisata tanah air terkait pencapaian target wisatawan mancanegara tahun 2018. Mulai dari gempa Lombok, Polemik Zero Dollar Tours, dan Jatuhnya Lion Air JT-610.
Ketiga faktor di atas membuat Kementerian Pariwisata tidak mampu mencapai target kunjungan wisatawan mancanegara pada tahun 2018. "target 17 juta wisman tahun ini meleset, kemungkinan terbesar hanya mencapai angka 16 juta wisman. Meski target wisman tak tercapai, namun untuk target devisa diproyeksikan mencapai sekitar 17,6 miliar dolar AS" ujar Arief Yahya dalam kata sambutannya.
 Sebenarnya peningkatan jumlah wisatawan mancanegara sudah terjadi pada pertengahan tahun. Hanya musibah gempa bumi di Lombok pada 29 Juli 2018 yang disusul gempa 7 SR pada 5 Agustus 2018 membuat persentase pembatalan kunjungan wisatawan mancanegara mencapai lebih dari 70 persen. Kerugian materil juga ditaksir mencapai trilyunan rupiah. Apalagi sampai sekarang, gempa terus mengguncang daerah yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat tersebut.
Jelang penghujung tahun seolah sudah tak ada lagi harapan untuk mencapai target kunjungan wisatawan mancanegara. Sudah bisa diprediksi jika kuota tak bisa lagi terpenuhi karena pengembangan destinasi di Tanjung Lesung, Banten pasti akan kena imbas dari tsunami yang terjadi tanggal 22 Desember lalu. Pergantian tahun tinggal menghitung hari sehingga bisa dipastikan bencana akan menurunkan tingkat kunjungan wisatawan.
 Demi menanggulangi tantangan terbesar pariwisata Indonesia, mitigasi bencana dan tanggap darurat diperlukan. Hal ini harus sejalan agar bencana tak membawa dampak besar pada kegiatan liburan yang terjadi di Indonesia. Bukan hanya faktor bencana alam, semua juga harus memperhatikan ada indikasi bencana keamanan dalam bentuk terorisme yang terkadang sulit diprediksi jelang tahun politik.
Ada 3 manajemen krisis kepariwisataan berdasar efek bencana seperti marketing krisis yang mempengaruhi jumlah pengunjung, krisis sumber daya yang terindikasi dari wisatawan atas sebuah bencana, dan krisis infrastruktur terkait stabilitas destinasi untuk mengembalikan pada kondisi seperti sedia kala. Semoga saja krisis tersebut mampu diatasi Tourism Crisis Center (TCC) yang mengambil peran dalam pelayanan informasi dan penanganan wisatawan. Apalagi tugas utama dari pihak ini yaitu memantau 3A terkait atraksi, amenitas, dan aksesibilitas wisata.
 Ke depan, sejumlah program strategis juga dipersiapkan untuk bidang pengembangan destinasi pariwisata seperti pengembangan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP), pengembangan 5.000 homestay, peningkatan aksesibilitas (sarana dan prasarana) di 10 DPP, peningkatan investasi dan pembiayaan pariwisata sebesar US$ 2.500 juta, penerapan Sustainable Tourism Development (STD) di 16 destinasi, pengembangan 10 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata, pengembangan nomadic tourism di 10 DPP, dan perintisan destinasi pariwisata di sekitar 10 DPP. Program-program tersebut akan melirik potensi milenial sebagai segmentasi terbaik yang bergantung pada teknologi termasuk media sosial didalamnya. Semoga pengembangan ini tak hanya dilakukan sebagai konsep saja tetapi bisa saling berkesinambungan.
 Sementara untuk strategi yang akan dilakukan pada bidang pemasaran, Kementerian Pariwisata akan menerapkan pengembangan jurus jitu khusus sebagai inisiatif untuk mengkapitalisasi potensi masa depan industri pariwisata. Adapun tiga senjata pamungkas tahun 2019 telah disiapkan untuk menembak jumlah kunjungan wisatawan. Semua itu terdiri dari super extra ordinary efforts, extra ordinary efforts, dan ordinary efforts.
Bencana bisa berpengaruh positif maupun negatif terhadap pariwisata Indonesia. Pengaruh negatif muncul karena ada penurunan jumlah pengunjung, sementara pengaruh positif justru timbul saat bencana dijadikan sebagai komoditi wisata. Ada beberapa fakta unik di lapangan yang memang mempengaruhi permintaan industri pariwisata pasca bencana.
Lebih lanjut, semua pihak harus membuat sistem pengelolaan pengetahuan dan informasi bencana yang bisa dikomunikasikan dengan baik dan benar kepada wisatawan dan para pemangku kepentingan lainnya, seperti pekerja wisata dan penduduk lokal. Minimal, ada keharusan dalam pemasangan sistem peringatan dini risiko bencana.Â
Hal ini bertujuan agar korban jiwa bisa diminimalisir saat masa evakuasi dan kerusakan pada destinasi mampu dijalani saat masa pemulihan. Dengan begitu sebuah destinasi wisata akan mendapat manfaat dari sistem pengelolaan pengetahuan dan informasi yang digunakan untuk menangani bencana secara optimal.
ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana
Mungkin Tuhan mulai bosan
Melihat tingkah kita
yang selalu salah dan bangga
dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan
Bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada
Rumput yang bergoyang
(Ebiet G. Ade)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H