Pengunjung bebas mengabadikan momen selama disana. Hanya saja tidak diperbolehkan menggunakan cahaya kamera atau blitz yang menyala. Satu per satu aku mulai melihat karya seni yang dipamerkan dengan begitu takjub. Ternyata ada 3 garis besar yang dirumuskan dalam pengelompokkan karya pada pameran tahun ini, yaitu:
1. Perjuangan Bangsa yang Bersatu dalam Keragaman
Perjuangan kemerdekaan Indonesia seringkali dilukiskan dalam lukisan sejarah yang menggambarkan kisah perjuangan pada masa Perang Revolusi (1945-1949), seperti yang dapat dilihat oleh pengunjung pada lukisan Tak Seorang Berniat Pulang, Walau Maut Menanti (1963), Potret Panglima Besar Jenderal Sudirman (1954), dan Patung Pejuang Soviet Sang Pembebas (1956).
Walau banyak muncul intrepretasi bahwa binatang-binatang yang digambarkan Raden Saleh dimaksudkan sebagai pernyataan patriotisme nasionalnya, namun perjuangan lelaki Badawi dalam lukisan Perkelahian dengan Singa (1870) sepertinya lebih memperlihatkan semangat perjuangan pribadinya mempertahankan hidup.
Tradisi kehidupan bermasyarakat di Indonesia tidak lepas dari semangat yang dikenal dengan gotong royong. Di seluruh Indonesia, rakyat bekerja gotong royong, bahu membahu untuk membuahkan hasil yang lebih besar dibandingkan bekerja secara individu tanpa ada kerja sama satu sama lain.
Di dunia modern, karya cipta memang seringkali merupakan buah tangan individual. Namun, kesuksesan produksi dan distribusi ditentukan seberapa baik upaya kerja sama pihak-pihak yang dibutuhkan untuk ikut terlibat di dalamnya. Kita menjunjung hak cipta, namun gotong royong dan kerja sama tetap diperlukan untuk mendukung keberhasilan cipta karya yang sebaik-baiknya. Semua hal itu tercermin dalam karya seni di bawah ini:
Suatu bangsa dan negara tidak dapat lagi mengisolasikan dirinya atau merasa dirinya lebih hebat dari negara-negara lain di dunia. Mau tidak mau suatu bangsa harus melihat dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari dunia global.
"Tanah air kita Indonesia hanya satu bahagian kecil saja dari pada dunia! Ingatlah akan hal ini!", seru Sukarno. Beliau juga mengingatkan bahwa Gandhi menyatakan, "kebangsaan saya adalah perikemanusiaan" (my nationalism is humanity").