Dengan gaya perlente khas orang kaya, Jeremy Thomas juga terlihat menerima kedatangan Aiden dan Maira di dalam rumah mewah lengkap mengenakan sepatu. Penulis jadi ragu, apakah Ia memang lupa melepas sepatu saat take scene harus dilakukan atau memang arahan tim produksi supaya tetap memakai sepatu di dalam rumah mewah. Namun, adegan itu justru terkesan tak berkelas malah terasa semakin murahan.
Setelah jatuh dan berdarah, para suami seperti Christian Sugiono dan Jeremy Thomas juga tampak seperti  suami siaga. Aiden dan Raynard yang secara logis seharusnya sudah mati tertusuk iblis malah terlihat masih segar dan bernafas panjang. Mereka berlarian menyelamatkan istri masing-masing. Hal ini yang kembali membuat film Sabrina tak bisa diterima dengan akal sehat.
Aura pemeran seolah luntur untuk mengajak penonton ketakutan di dalam bioskop. Mantra dari Sara Wijayanto yang menggunakan bahasa Indonesia juga tak terlalu jelas dari agama mana mereka berasal. Semua serba fiktif.
Secara keseluruhan hanya adegan laga, tata kamera, dan CGI yang masih membuat penonton bertahan untuk menyaksikan film Sabrina. Selebihnya, tak ada yang istimewa untuk menjadikan film ini sebagai suatu tontonan yang sedap dipandang mata. Film jadi terasa pekat karena boneka Sabrina hanya hadir melalui kekuatan jahat.
Saran penulis, jika film Sabrina akan dilanjutkan ke depan dengan sekuel berikutnya. Mohon diperhatikan kualitas film agar karya tak hanya dijadikan sebagai bentuk pencarian pundi-pundi uang saja. Selera penikmat film horor di Indonesia harus dipuaskan dalam bentuk yang tak lagi mengandalkan unsur ekstremitas atau seksualitas, melainkan semangat untuk memajukan perfilman nasional yang lebih berkelas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H