Oia, penulis juga lebih setuju kalau BukBer itu diadakan di rumah salah satu peserta. Mengapa? Karena jika di luar ada saja godaan yang datang. Biasanya kan kalau sudah berbincang butuh waktu yang panjang. Tak cukup hanya 1 atau 2 jam. Apalagi sudah lama tak bertemu kadang ibadah wajibnya pun terlewatkan.
Jika BukBer diadakan di rumah bisa kita susun dengan rapi jadwalnya. Bahkan, kita bisa agendakan untuk shalat maghrib dan tarawih berjamaah. Setelah itu, bisa deh mau jalan kemana juga boleh. Pentingkan kualitas iman kita yang bertambah agar kewajiban utama tidak terabaikan. Pasti lebih komplit kan acara BukBernya.
Menutup cerita tentang BukBer, Kompasianer juga harus ingat yaa bahwa tujuan bukber untuk mempererat silaturahmi yang mungkin sempat merenggang. Bukan ajang pamer karena telah punya banyak harta atau keberhasilan yang membawa pada kesombongan. Jadikan suasana BukBer  lebih akrab dan lebih banyak hal yang dibahas tanpa ada kesan menggurui.
Perangkat ponsel pintar pun harus disimpan sejenak. Jangan sibuk menunduk untuk update status. Kita harus punya waktu untuk interaksi di dunia nyata karena sudah terlalu sering chat di dunia maya. Momen BukBer itu langka dan penuh makna kan.
Jika semua acara telah usai. Pasti ada saja yang melangkah berat untuk pulang. Entah karena terlalu kenyang atau memang masih rindu karena tak banyak waktu untuk bertemu. Senda gurau itu memang perlu dan akan jadi pengalaman paling seru. Maka, ada nilai tradisi BukBer yang harus diperhatikan dari masa ke masa. Ukhuwah yang tak pernah tergantikan karena waktu yang telah menelan kesibukan kita. Bahkan, kita tidak pernah tahu kapan ajal akan menjemput kita sehingga semua hanya tinggal kenangan*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H