Siapakah kini pelipur lara,
Nan setia dan perwira ....
Siapakah kini pahlawan hati,
Pembela bangsa sejati ....
***
Inisiator ide cerita sekaligus produser eksekutif, Krisnawati membuka press conference Film Jelita Sejuba dengan menceritakan kejadian awal yang memberinya inspirasi sehingga berani memproduksi film ini.Â
Ada kisah seorang sahabat TNI yang gugur saat latihan gabungan Angkatan Darat dan Angkatan Udara di Kepulauan Natuna, Riau pada tahun 2017 lalu. Dibalik tragedi itu ada ketegaran dari sosok istri tentara yang membekas dan membuat rumah produksi Drelin Amagra Pictures meluncurkan film pertamanya.
Tragedi silam membuat produser, Marlia Nurdiyani berpikir bahwa dibalik kegagahan para prajurit, ada kegetiran para istri yang setia mendampingi suami meski jarak sering memisahkan.
Dari pengalaman tersebut, Ia mengajak Jujur Prananto sebagai penulis skenario untuk menerjemahkan kisah ke dalam bentuk audio visual. Ada pesan dan kesan terakhir yang diberikan saat seorang prajurit berangkat tugas dan meninggalkan istri serta anaknya.
Sharifah (Putri Marino) jatuh cinta dengan seorang prajurit bernama Jaka (Wafda Saifan Lubis). Mereka berkomitmen atas nama cinta untuk menjalankan kehidupan rumah tangga bersama. Hanya saja, Jaka sebagai suami sekaligus prajurit harus memprioritaskan bela negara dibanding istrinya yang sedang mengandung anak pertama.
Kisah cinta Sharifah dan Jaka penuh liku. Ayah Sharifah (Yayu Unru) lebih setuju jika Sharifah menikah dengan Nazir (Harlan Kasman) anak dari saudagar kaya di kampungnya. Begitu juga adik Sharifah, preman kampong yang bernama Farhan (Aldi Maldini) justru sering terlibat perkelahian dengan Jaka.
Tapi, takdir sudah menyatakan bahwa Sharifah dan Jaka memang berjodoh. Tak butuh pacaran lama, Jaka melamar Sharifah dan mereka pun menikah karena ada tragedy yang merestui hubungan suci mereka.
Lika-liku cinta tak hanya ada saat masa pertemuan. Ketika menjalin rumah tangga, ada dinamika yang mewarnai pergulatan hati antara suami, istri, dan anak.Â
Sharifah harus belajar memendam rindu setiap kali Jaka bertugas ke luar kota bahkan luar negeri. Andika (Yukio) terus menanyakan kabar ayahnya yang sedang bertugas sebagai tentara.
Bagai pesisir Sejuba yang dihiasi batu-batu besar nan cantik menanti mentari esok hari, Sharifah dan Andika selalu menunggu kepulangan dari belahan jiwa yang tunduk pada negara.
Jujur Prananto, penulis skenario Jelita Sejuba. Ia mampu menulis kisah Sharifah yang mencintai kesatria negara dengan sangat manis. Ada kisah cinta saat perkenalan dan setelah pernikahan, saat menjalani kehidupan dalam bahtera rumah tangga ala tentara. Menjadi istri seorang tentara membuat Sharifah harus kehilangan sosok kepala keluarga.
Sang sutradara, Ray Nayoan, mencoba memahat adegan sesuai slogan "lebih baik pulang nama, daripada gagal dalam tugas". Prioritas utama seorang tentara ditampilkan karena lebih mendahulukan kepentingan negara dibanding berkorban untuk istrinya.
Ada kisah sederhana tentang kekuatan cinta yang bersatu dalam bakti terhadap negara hingga menggugah hati siapa saja yang menontonnya.
Hanya Ray masih terlalu patuh dalam adegan yang seharusnya bisa digarap lebih esensial. Kisah patriotik Jaka saat memenuhi tugas dari negara belum terungkap jelas.
Entah ikut misi perdamaian dunia dengan PBB, atau perang di Afrika, atau justru  pemberontakan yang terjadi di Indonesia. Visual ini tidak terdeskripi lengkap sehingga mengaburkan cerita.
Untung saja Director of Photography (DOP) mampu membentuk sinematografi yang asyik dipandang mata. Beberapa adegan saat Sharifah dan Jaka mengurus berkas-berkas pernikahan terasa mengalir tanpa harus menelan durasi lama.
Kombinasi penyuntingan gambar yang menarik sehingga penonton mengerti bahwa untuk menjadi istri dari tentara ada proses yang harus dilalui. Good technical*
Keindahan alam Natuna yang belum banyak dijelajahi banyak orang juga tampil menghiasi durasi film. Hanya tak terlalu banyak landscape yang terekspose. Mungkin karena bahasa visual juga harus menempatkan karakter manusia, budaya, dan juga kuliner khas seperti sayur loder atau ikan asap.
Kepiawaian akting Putri Marino patut diapresiasi. Penulis tercengang melihat pergerakan karakter dari Sharifah remaja menjadi ibu muda yang tampak begitu pas.
Hanya beberapa bagian saat Ia memeluk Jaka terasa begitu canggung. Putri belum begitu menghayati karena adegan ini memang Ia lakukan sebelum  menjadi istri dari seorang aktor ternama, Chicco Jericho.
Chemistry antara Putri dan Wafda sudah terbentuk. Mereka melebur jadi pasangan suami istri yang begitu harmonis. Sosok Wafda sebagai Jaka berhasil menjaga wibawa. Meski berlatar belakang vokalis band, Wafda justru mampu menunjukkan penampilan akting yang layak diperhitungkan sebagai aktor pendatang baru.
Pemeranan semakin ramai saat karakter Nazir yang diperankan Harlan Kasman begitu mencuri perhatian. Aktor lokal yang berasal dari Natuna ini mampu membuat kesan dialog tersendiri dengan ungkapan "yele, yele, yele ....". Karakter ini mampu menjadi pencuri adegan yang membuat film tidak terasa kaku.
Sahabat-sahabat Sharifah, seperti Hasnah (Abigail) dan Rohani (Mutiara Sofya) juga tampil dengan polos dan ceria. Mereka membawa nuansa romansa kisah cinta gadis-gadis lugu dari Natuna. Hanya saat Sharifah sudah menikah, karakter mereka justru tenggelam begitu saja. Mereka hanya terlihat saat berada di pemakaman. Itu pun tak seberapa porsinya.
Salah satu personel White Shoes & The Couples Company, Ricky Surya Virgana mengemas musik dengan dendang Melayu. Ia juga memasukkan unsur lagu "Jikalau" dari Naif ke dalam adegan Jaka merayu Sharifah. Begitu juga di akhir film, Ia menempatkan lagu "Gugur Bunga" yang menambah semangat patriotisme penuh haru.
Original soundtrack berjudul "Menunggu Kamu" yang dinyanyikan Anji juga berhasil mendekatkan penonton larut dalam audio visual. Kerinduan dan kekhawatiran Sharifah yang menunggu suaminya pulang begitu membekas dalam telinga. Lagu tentang cinta yang menyokong rasa mendalam karena kesepian.
Komposisi dramaturgi belum bisa didapat secara hakiki. Padahal TNI itu dipandang dari sudut pandang manapun ialah tetap pahlawan yang membela negara.
Film Jelita Sejuba sudah beredar di bioskop sejak tanggal 5 April 2018. Meski pemutaran hari pertama, hanya mendapat 1 layar di Jakarta. Namun, hingga hari ini film sudah mampu menambah layar karena memiliki apresiasi positif dari para pencinta film Indonesia.Â
Film Jelita Sejuba pun layak dipersembahkan untuk wanita-wanita hebat dibalik para prajurit TNI yang kuat. Mungkin film ini bisa lebih laris manis di pasaran jika tayang saat momen hari pahlawan.
Telah gugur pahlawanku
Tunai sudah janji bakti
 Gugur satu tumbuh seribu
Tanah air jaya sakti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H