Setelah Kapan Kawin sering dipertanyakan pada momen-momen sakral. Takut Kawin menjadi alibi kaum single bermartabat yang masih memutuskan untuk hidup sendiri. Komitmen untuk membina rumah tangga itu sering menimbulkan kegalauan tingkat dewa karena menjadi perjalanan hidup yang cuma sekali.
Semarak layar bioskop tanah air pun diramaikan dengan Film Takut Kawin yang tayang sejak 8 Maret 2018. Diproduseri Nasrul Warid, A. Mubarok, dan Jamiatun Nahar. Takut Kawin hadir sebagai karya dari rumah produksi Amanah Surga Production (ASP) yang menunjuk Syaiful Drajat sebagai sutradara.
Film dibuka dengan adegan seorang pemuda bernama Bimo (Herjunot Ali) melamar Lala (Indah Permatasari). Bimo dan Lala hendak mengakhiri masa pacaran menuju jenjang pernikahan saat menghadiri pernikahan temannya yang bernama Romy (Junior Liem). Namun, Bimo lupa membawa cincin dan meminjam batu akik milik Ganda (Babe Cabita).
Setelah prosesi mendadak lamaran. Persiapan pernikahan dilalui pasangan Bimo dan Lala. Mulai dari menentukan undangan sampai pakaian yang akan mereka kenakan di pelaminan.
Ujian menjelang hari H mulai bermunculan. Romy ingin bercerai karena merasa kurang dihargai oleh istrinya. Sementara itu, Papa Bimo dan mamanya juga sering bertengkar karena penghasilan istrinya lebih tinggi dibanding suaminya.
Selanjutnya muncul orang ketiga seperti Miller Khan dan Nina Kozok dalam kehidupan asmara masing-masing. Guncangan hubungan Bimo dan Lala pun dipertaruhkan. Bimo berpikir ulang dan memutuskan untuk menunda pernikahan dengan Lala.
Masa depan hidup berumah tangga tinggal impian. Hari bahagia yang dinantikan terancam batal.
Dengan genre romantic comedy, film ini beda bertutur untuk menggiring persepsi penonton agar lebih baik menikah dibanding pacaran. Walau pasangan yang ingin menikah sering dihadapkan pada kenyataan belum punya modal, tidak ada pekerjaan tetap, masih banyak cicilan mobil, atau mau punya rumah dulu.Â
Nyatanya, ide cerita unik tak mampu dibangun sutradara ke dalam konstruksi adegan yang memanjakan mata. Pengadeganan berjalan tidak logis sehingga alur berlangsung cepat. Film tidak mampu fokus pada konflik batin yang dialami Bimo dan Lala. Terlalu banyak tokoh yang justru hadir dan tidak memberi energi film supaya lebih terpadu.
Hidup memang tak jauh dari unsur komedi. Film terselamatkan atas seloroh para komika yang bermain mengocok perut penonton. Adjis Doa Ibu, Babe Cabita, dan Musdalifa meramaikan lelucon dengan kelucuan sehari-hari.