Sisi introvert Gadis justru hanya membuat penyakitnya semakin kritis hingga Vino juga harus melawan penyakitnya yang mematikan. Lantas, Bagas semakin terganggu akan kehadiran Vino yang bisa membahayakan kesehatan Gadis kapan saja.
Penasaran bagaimana akhir cerita cinta mereka?
Cerita yang ditulis oleh Haqi Achmad dan Fatmaningsih Bustamar begitu dinamis. Perumpamaan dari alam dengan deskripsi Vino sebagai sosok bad boy seolah mencerminkan matahari yang memberi ketulusan sinar tanpa pamrih. Gadis bagai bulan yang diterangi oleh matahari. Begitu juga dengan Bagas ibarat bintang yang mengitari bulan dan membuat malam lebih indah. Magical love story pun merangkum filosofi kisah cinta diantara mereka.
Aku sempat berpikir, mengapa tidak diberi judul "Matahari, Bulan, dan Bintang" lebih terlihat metafora dan sesuai dengan visualisasi yang ada. Simbol yang terlihat akan semakin cerdas. Meet Me After Sunset justru kurang memberi esensi terhadap cerita. Bahkan, visual matahari terbenam pun tidak ada yang bagus dipandang mata selama durasi 2 jam 24 menit.
Perpindahan waktu dari pagi, siang, sore, menuju malam juga tidak berjalan dengan mulus. Prolog terasa lambat. Adegan-adegan penasaran Bagas terhadap sosok wanita berjubah merah semakin tidak jelas. Apalagi saat Bagas mengejar dan menunggu wanita yang malah mengenakan mukena berwarna merah.
Jelang babak tengah jalinan hubungan Gadis dan Bagas juga tidak terdeskripsi jelas. Ada tarik ulur emosi, tapi tidak terasa begitu lepas. Begitu juga dengan kehadiran karakter Icha (Margin Wieheerm) yang begitu menyukai Vino. Icha hanya tampak berusaha mendekati Vino saat adegan-adegan di sekolah terutama di kantin sebagai upaya untuk mengundang gelak tawa. Tidak ada keseriusan dalam memberi bumbu asmara. Entah penulis naskah mau fokus terhadap kisah cinta segitiga atau segiempat.
Menurutku, cerita lebih terjalin dengan baik jika memang lebih mengarah ke kisah cinta segiempat supaya bisa menjadikan karakter Icha sebagai bumi atau langit. Lebih lanjut porsi Icha dalam beberapa adegan harus ditambah untuk saling melengkapi.
Meski demikian, kisah cinta dalam film remaja ini tidak mengungkap kasih sayang berdasarkan kontak fisik yang terlalu banyak. Penonton tidak akan menemui drama percintaan yang saling berpegangan tangan, berpelukan, dan berciuman. Ungkapan cinta hanya terwakili melalui ekspresi tatapan mata.
Alur menarik sampai ke akhir karena mengalir tidak biasa. Penyakit dituding sebagai penyelesaian konflik asmara yang tidak terbata-bata. Hanya saja informasi tentang penyakit Xeroderma Pigmentosa dan penyakit jantung yang diderita oleh para pemeran utama tidak terdeskripsi dengan baik. Tidak ada edukasi yang mampu menjelaskan kepada penonton secara eksposisi. Riset cerita seperti kurang mendalam untuk menunjukkan detail-detail ilmiah yang mendukung para penderita penyakit ini.
Dengan unsur kekinian, film juga mampu memasukkan dunia vlogging yang happening dan digandrungi oleh anak zaman now. Dadang (Yudha Keling) sebagai sahabat baru Vino yang berperan menjadi vlogger bisa menghibur penonton. Maklum saja, Ia memang sudah dikenal sebagai stand up comedian sebelumnya.Â