Film Marlina bagai aspirasi suara-suara wanita yang sering kali tak keluar dari mulutnya. Kodrat wanita yang dianggap sebagai korban kekerasan dan pelecehan. Marlina tak mau direnggut kesuciannya dengan menentang dan mendobrak tradisi budaya dan persepsi patriarki yang ada.
Marlina memberi deskripsi dan pesan yang jelas akan keharusan seorang perempuan untuk berani dalam bertindak, matang dalam berpikir, dan tegas dalam berjuang membela haknya. Wanita tidak hanya tampil di balik dapur saja, mereka mulai naik panggung utama atas dasar pemberdayaan, meski dalam kondisi yang terpaksa.
Meski ini cerita fiksi, diluar sana banyak karakter "Marlina" bernasib sama. Ada kisah yang dingin tentang mereka yang termajinalkan karena menghadapi pedih kenyataan. Ada saat mereka harus melawan jika memang sudah terjadi kesalahan. Masing-masing dari kita punya hak untuk membela.
Distribusi keadilan yang belum merata karena terlalu lunak hukum di Indonesia. Mungkinkah di Indonesia bisa ditegakkan hukum seperti ini? Tidak ada jual beli palu persidangan, tawar menawar, apalagi naik banding di pengadilan. Langsung saja, para perampok dan pemerkosa dihukum penuh siksa hingga dipenggal kepala.
Film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak pun telah membuktikan kepada dunia dengan sejumlah prestasi di festival film Internasional, seperti Toronto, Busan, dan  Melbourne Australia. Film ini juga menjadi film Indonesia pertama dalam 12 tahun terakhir yang berhasil masuk ke festival film paling bergengsi di dunia yaitu Cannes dan telah ditayangkan di festival tersebut pada 24 Mei 2017.
Bahkan pada festival film internasional Sitges di Catalonia, Marsha Timothy mendapat penghargaan sebagai best actress. Selain itu, film ini juga mendapat penghargaan sebagai skenario terbaik Festival International du Film de Femmes de Sale (FIFFS) Maroko edisi ke-11 dan penghargaan sebagai film terbaik di TOKYO FILMeX 2017.
Kemasan pesan film ini tersampaikan dengan efisien. Tidak ada distraksi dari fokus film meski dijejali empat babak yang sunyi. Marlina mampu menginspirasi sebagai simbol perlawanan terkini.
Marlina membuktikan bahwa hidup tidak selalu berada dalam ketakutan dan penyesalan. Tak perlu menyerah dalam ketidakberdayaan. Ada sahabat yang memberi kekuatan  di tengah kegelapan. Ikatan kuat antar perempuan yang terjalin dalam film ini memberi energi bagi masing-masing dalam penceritaan benang merah yang utuh.
Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak menjadi hidangan paling lezat layaknya menyantap sup ayam saat hujan. Sebuah karya yang bisa dinikmati siapa saja untuk mencerdaskan pemikiran.
Semoga film ini berhasil menebas keinginan produser-produser film Indonesia yang membuat film ala kadarnya demi meraup keuntungan semata. Apalagi stamina film Marlina hanya sebentar saja di bioskop Indonesia. Publik sudah kehilangan kesempatan untuk menonton film nasional yang berkualitas dan diakui dunia.
#BanggaFilmIndonesia