Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki area seluas 22.851,03 hektare (ha) sejak tanggal 10 Juni 2013 ditetapkan oleh Menteri Kehutanan melalui Surat Penunjukan dan Perubahan Fungsi Kawasan Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Produksi Tetap dan Hutan Produksi. Dahulu, kawasan ini menjadi taman nasional terkecil kedua di Indonesia. Namun, dalam hal konservasi keanekaragaman hayati, kawasan ini memiliki arti global. Taman ini membentuk zona inti Cagar Biosfer Dunia UNESCO dan merupakan tempat perlindungan bagi flora dan fauna pegunungan yang mencakup banyak spesies unik di Jawa Barat.
![DokPri*](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/21/20171113-104358-5a1434712599ec209f07fdd2.jpg?t=o&v=770)
Penulis menjadi salah satu Kompasianer beruntung yang bisa mengikuti rangkaian acara Kompasiana Visit pada minggu lalu. Apalagi penulis hanya menjadi pengganti karena ada beberapa Kompasianer yang berhalangan hadir.
Setelah semua peserta berkumpul di Bentara Budaya Jakarta, Kompasianer melanjutkan perjalanan dengan bis menuju Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB). Perjalanan tidak terasa begitu lama karena didalam bis Kompasianer mengikuti beragam kuis dengan berbagai pilihan hadiah menarik.
Sekitar pukul 09.45, semua peserta tiba di lokasi. Beberapa mobil jeep sudah tampak siap dinaiki dan mengantar Kompasianer menuju Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Para Kompasianer pun langsung mengabadikan diri di depan mobil-mobil raksasa ini.
![DokPri*](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/21/20171113-104420-5a1436849f91ce35c47408b3.jpg?t=o&v=770)
30 menit berlalu. Kompasianer turun dari Jeep dan disambut dengan suguhan pisang rebus dan singkong goreng. Makanan ini pun semakin nikmat apalagi ditemani minuman hangat seperti teh dan bandrek.
![DokPri*](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/21/20171113-124313-5a14386dca269b5fdd58aa82.jpg?t=o&v=770)
Dengan nama latin, HylobatesMoloch, Owa Jawa termasuk primata endemik yang memiliki ciri fisik tubuh berwarna abu-abu, wajah hitam, dan  mudah dikenali karena terlihat lebih cerah saat bergelantungan di atas pohon.
Owa Jawa juga sangat bergantung pada persediaan makanan. Mereka selalu hidup di pohon yang memiliki bunga buah, atau daun muda yang bisa dikonsumsi. Hal yang membedakannya dengan monyet, Owa Jawa ini termasuk kera sehingga tidak memiliki ekor.
Owa Jawa juga termasuk monogami karena memiliki satu pasangan seumur hidup. Perkembangbiakkan secara monogami ini juga dikenal bahwa Owa Jawa taat terhadap program Keluarga Berencana (KB) karena biasanya mereka terdiri dari dua dewasa dan dua anak sehingga hewan ini terlihat sangat teritorial dalam berkeluarga.
Tidak seperti mamalia lainnya, Owa Jawa juga dikenal sering mengeluarkan bunyi di pagi hari. Seruan dari suara khas Owa Jawa itu juga disebut "morning call". Jadi ingat kalau menginap di hotel, Kompasianer bisa memanfaatkan fasilitas "morning call" untuk dibangunkan oleh resepsionis. Maka, kalau menginap di hutan, Owa Jawa yang akan membangunkan Kompasianer untuk menyambut pagi.
![Dokumentasi Pertamina](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/21/img-0165-jpg-5a1443f9a07a63719f3c7302.jpg?t=o&v=770)
Berdasarkan data dari Organisasi Konservasi Internasional yang bernama International Union for Conservation of Nature (IUCN) di tahun 2008, Owa Jawa terancam punah karena jumlahnya <4.000 jiwa. Owa Jawa ini langsung masuk kategori endangered species. Sementara Taman Nasional yang Kompasianer kunjungi hanya menjadi rumah bagi sekitar 100 Owa Jawa. Tidak hanya Owa Jawa, Elang Jawa dan Macan Tutul juga dilestarikan di Kawasan Bodogol ini. Kawasan ini memang sengaja diprioritaskan ke depan sebagai tempat wisata minat khusus berbasis ekowisata yang juga bisa menjadi tempat penelitian para akademisi.
Drastis kepunahan Owa Jawa disebabkan karena primata ini susah reproduksi, namun banyak diburu untuk diperjualbelikan atau dipelihara. Padahal, perburuan Owa Jawa cukup berbahaya karena hewan ini sensitif dan langsung meninggal karena stres bila salah satu anggota keluarganya hilang.
![Dokumentasi Pertamina](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/21/img-0109-jpg-5a1444d5fcf6811913548502.jpg?t=o&v=770)
Selain itu, mulai tahun 2013, Pertamina bekerja sama dengan Yayasan Owa Jawa untuk bergerak bersama melakukan rehabilitasi dan habituasi Owa Jawa. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan seperti penanaman 1.000 pohon pakan, edukasi di lebih dari 100 sekolah, media, dan masyarakat Gunung Puntang, dan pelepasliaran serta pemantauan 18 ekor Owa Jawa.
Setelah mendengar pengarahan tentang Owa Jawa, Kompasianer dibagi beberapa tim untuk mulai menjelajah kawasan hutan sebagai habitat dari Owa Jawa. Hutan di kaki Gunung Gede Pangrango ini kaya akan keragaman flora dan fauna. Sepanjang perjalanan, Kompasianer diajak merasakan atmosfer ketenangan lingkungan yang hijau dan mengeksplorasi flora yang ada di sekitar. Ada daun kentut, pakis, tanaman paku rane, dan masih banyak lagi. Treking puluhan kilometer ini pun terasa tidak melelahkan.
![DokPri*](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/21/20171113-115414-5a1439b0a4b068048b58cb72.jpg?t=o&v=770)
Acara yang akan digelar pada tanggal 16 Desember 2017 di Pantai Festival Ancol, Jakarta hanya dikenakan biaya pendaftaran untuk kategori 5K (Fun Run) Rp 200.000 dan kategori 10K (Race Run): Rp 250.000. Selain mendapat race pack, para peserta juga akan merasakan pengalaman lari dengan nuansa 'Evening Run' dan 'Glowing Party'. Biaya tersebut juga akan didonasikan untuk kelangsungan hidup Tuntong Laut & Owa Jawa agar tetap lestari.
![Suasana Sungai Caringin (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/21/20171114-092422-5a143cacfcf68113f15df802.jpg?t=o&v=770)
    Aktivitas seharian penuh di hari pertama membuat Kompasianer terlelap tidur di Amaris Hotel, Pajajaran. Keberangkatan dari hotel pagi itu dipercepat dari jadwal yang telah tersusun sebelumnya karena kegiatan masih padat. Sekitar pukul 8, Kompasianer sudah bersiap meninggalkan hotel.
Kali ini, Kompasianer diajak menguji adrenalin dengan rafting yang menegangkan di sepanjang Sungai Caringin, Bogor. Untung saja, hal ini merupakan pengalaman kedua bagi penulis untuk rafting karena sebelumnya aku sudah pernah menelusuri Sungai Citarik di Sukabumi saat outing dari kantor beberapa tahun lalu.
Satu perahu karet diisi 6 orang termasuk pendamping dari tim outbound yang sudah menguasai arus medan sungai. Setelah lengkap dengan pelampung, helm pengaman, dan dayung, para Kompasianer siap mengarungi deras arus Sungai Caringin.
7 km jarak yang ditempuh pada rafting yang menyenangkan ini. Ada 4 jeram yang harus dilalui masing-masing perahu untuk sampai ke titik akhir. Ada pengalaman lucu yang tak terlupakan. Dari masing-masing perahu yang ada, hanya perahu yang penulis naiki memiliki salah satu anggota yang keluar dari perahu alias terjatuh saat menghadang jeram yang pertama.
Perahu pun tetap melaju mengikuti arus. Sementara anggota tim lain terus mendayung dan perahu malah mengejar sandal teman kami yang tenggelam. Untung saja, teman kami yang terjatuh dari perahu tertolong oleh tim penolong yang siap siaga. Sayangnya momen ini tidak terdokumentasikan secara personal karena masing-masing Kompasianer tidak membawa gadget yang dibutuhkan.
Kegiatan rafting berakhir sekitar pukul 13.00. Kompasianer yang terlihat senang bermain basah-basahan mulai dilanda kelaparan. Setelah masing-masing membersihkan diri, acara dilanjutkan dengan makan siang di Gumati Restoran.
Sambil menikmati hidangan yang telah disediakan, acara dilanjutkan kembali dengan sosialisasi program-program yang telah dilakukan oleh PT. Pertamina EP Asset 3 Subang Field. Dalam kesempatan ini, tampak hadir Wahyu Widiatmoko sebagai Assement Petroleum Engineering dan Minanti Putri sebagai Staf Corporate Social Responsibility (CSR).
![DokPri*](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/21/20171114-151327-5a143efa2599ec29df20e1e2.jpg?t=o&v=770)
Selain itu, PT. Pertamina EP Field Subang -- Jawa Barat mendapat penghargaan kategori platinum untuk Pengelolaan Sampah Rumah Inspirasi. Penghargaan ini diberikan pada ajang Indonesian Sustainable Development Goals Award (ISDA) yang diselenggarakan Corporate Forum for Community Development (CFCD).
PT Pertamina EP Asset 3 Subang Field juga bangga terhadap perkembangan salah satu binaannya yaitu PKBM Assolahiyah yang terletak di Kampung Cilempung, Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon. Program pembinaan ini telah mengukir banyak prestasi baik di tingkat kabupaten maupun Provinsi. Bahkan, baru saja mendapat penghargaan dari Gubernur Jawa Barat berkat program pelatihan, pemberdayaan, keterampilan, pemasaran, dan replikasi kewirausahaan yang berlangsung secara konsisten dalam melestarikan kearifan lokal.
Program unggulan lain juga cukup dikenal publik seperti pemberdayaan jamur merang di Suka Mulya, Bandung dan PANTURA (Pasukan Anti Penularan HIV/AIDS). Program-program ini mampu membuktikan kepedulian Pertamina terhadap polemik yang berada di masyarakat sehingga terus terjalin kerjasama dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lingkungan.
![DokPri*](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/21/20171114-152523-5a1441f92599ec2c43572c82.jpg?t=o&v=770)
![DokPri*](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/21/20171114-142035-1-5a143d2b5a676f499743f732.jpg?t=o&v=770)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI