Saat penulis masih berada dalam usia anak-anak di tahun 1994, ada satu film keluarga yang menghibur dari era 90-an yang rutin ditayangkan oleh salah satu televisi swasta tanah air berjudul Baby's Day Out. Dalam film tersebut, Kompasianer bisa melihat serangkaian kekonyolan yang dialami sejumlah pelaku tindak kriminal akibat dipecundangi seorang bayi yang mereka culik dari keluarga kaya. Gulir penceritaan senada bisa ditemukan pula dalam film Home Alone, film laga berbumbu komedi Rob-B-Hood tahun 2006 yang dibintangi Jackie Chan, dan film komedi romantis Demi Cinta yang dibintangi Ricky Harun dan Tora Sudiro di awal tahun 2017 produksi MNC Pictures, yang mana para penculik malah dibuat jatuh hati kepada si bayi.
Dari film tersebut, bisa ditarik benang merah bahwa pekerjaan menculik bayi dalam film fiktif yang sepintas tampak sangat mudah dieksekusi rupanya jauh lebih memusingkan dari ekspetasi. Percobaan terbaru dalam menjalankan misi 'menculik bayi' juga diadopsi oleh Raffi Ahmad dan Nagita Slavina sebagai pengembangan ide dalam Rafathar yang sudah dikonsumsi publik sejak tanggal 10 Agustus 2017. Konon film ini juga diproduksi demi kado ulang tahun untuk putra pertama mereka, Rafathar Malik Ahmad.
Rumah produksi milik Raffi Ahmad, RnR Movies bekerjasama dengan Umbara Brothers; Bounty sebagai sutradara dan Anggy di kursi produser, mencoba mengkreasikan Rafathar sebagai rona film aksi komedi yang diharapkan mampu menghibur seluruh anggota keluarga. Namun apa yang terjadi, semua eksekusi terasa bias dan bablas begitu saja.Film ini bercerita tentang Rafathar yang bukan bayi biasa. Ia sejenis bayi mutan yang dibuat oleh profesor (diperankan oleh Henky Solaiman) sebagai bayi rekayasa yang amat aktif serta mempunyai kekuatan telekinetik yang memungkinkannya mengendalikan logam dengan mudah.
Bayi ini sengaja ditaruh di depan pintu rumah pasangan keluarga kaya yang mendamba seorang anak. Pasangan aktris Malaysia yang  wara wiri di layar kaca Indonesia bernama Mila (diperankan oleh Nur Fazura) dan Bondan (diperankan oleh Arie Untung) langsung mengadopsi bayi ini agar tak jatuh ke tangan-tangan jahat.
Dalam kotak bayi yang ditinggal professor bersama selimut dan handuk di depan pintu itu tertulis jelas Rafathar (diperankan oleh Rafathar Malik Ahmad). Akhirnya, nama ini mulai dipublikasi kepada khalayak ramai dalam suatu konferensi pers yang digelar oleh pasangan tersebut.
Keberadaan Rafathar mulai menarik perhatian publik, salah satunya Bos Viktor (diperankan oleh Agus Kuncoro) yang merencanakan penculikan terhadap Rafathar. Ia menugaskan sepasang perampok profesional bernama Jonny Gold (diperankan oleh Raffi Ahmad) dan Popo Palupi (diperankan oleh Babe Cabita). Seperti halnya para penculik di film-film yang telah disebutkan sebelumnya, Jonny beserta Popo pun menganggap sepele tugas penculikan ini.
Dengan skema waktu yang begitu kilat, narasi mendadak langsung mempertemukan penonton untuk melihat aksi komplotan penjahat yang berusaha menculik Rafathar. Alhasil, Jonny dan Popo harus diuji saat menculik Rafathar. Penculikan tidak berjalan mulus karena Rafathar memiliki kekuatan magnet atau besi berani seperti anak ajaib. Rafathar bisa berpindah tempat dan melakukan manuver sendiri yang sulit ditangkap oleh logika. Bahkan, ia bisa mengontrol pisau dan garpu untuk menyerang rencana jahat para penculik tersebut.
Setelah Rafathar berhasil dibawa penculik dari rumah mewah, kondisi pun mulai geger. Kapten Bagus Nyadi (diperankan oleh Ence Bagus) mulai melakukan pemeriksaan terhadap kronologis kejadian. Seorang detektif wanita bernama Julie (diperankan oleh Nagita Slavina) juga dipercaya orang tua angkat Rafathar untuk mengusut tuntas kasus penculikan sang buah hati ini dan Kolonel Demon (diperankan oleh Verdi Solaiman) yang menyimpan agenda terselubung dibalik niatnya turut membantu untuk menemukan Rafathar secepatnya.
Ditengah humor kekacauan, perlahan tapi pasti Rafathar mulai mencuri hati kedua penculiknya sehingga Jonny dan Popo pun belakangan memutuskan untuk menyelamatkan Rafathar dari cengkraman Bos Viktor. Peristiwa kocak pun terjadi dan perjalanan mereka perlahan mulai membuka sebuah persekongkolan besar maupun kekuatan supranatural Rafathar yang sungguh fenomenal. Sampai di akhir cerita, penonton diajak menemukan konklusi bahwa Rafathar ternyata sebuah eksperimen rahasia yang dipersiapkan menjadi senjata militer paling canggih di abad ini.
Dengan dalih memanfaatkan nama besar Raffi Ahmad, nyatanya film ini tak menjamin kesuksesan besar yang menjanjikan. Upaya melebarkan sayap di jagat perfilman, Raffi Ahmad memegang porsi lebih besar untuk eksis disepanjang film Rafathar dibanding anaknya sendiri. Hal ini membuat film Rafathar hanya mampu menembus sekitar 350.000 penonton untuk menyaksikan film ini di bioskop kesayangan.
Padahal, penonton seolah tidak lebih dari objek suapan. Materi promosi yang ada memposisikan film Rafathar sebagai film konsumsi semua umur. Padahal, Lembaga Sensor Film (LSF) saja melabeli film ini sebagai 13+. Melihat tontonan secara nyata, bisa penonton hitung masih ditemukan jokes (guyonan) dan aksi mesum yang ditabur dalam adegan komikal. Visual sadis kekerasan pun mondar-mandir dan bisa dijangkau para penonton cilik yang mudah mencontoh.
Entah segmentasi penonton seperti apa yang ingin dijangkau oleh film Rafathar, apakah memang diperuntukkan untuk anak-anak, ABG, atau kategori baru semacam 'lintas generasi'. Namun, jika memilih sebagai film hiburan untuk keluarga yang lintas generasi, sepertinya genre ini lebih cocok bagi film yang memiliki plot cerita sejak sang tokoh utama masih bayi hingga dewasa bahkan meninggal dunia. Misalnya, film-film animasi yang diadaptasi dari komik karya tahun 1997 ke atas, seperti Naruto, Bleach, One Piece, Detective Conan, Attack of Titan, dan masih banyak lagi.
Padatnya penempatan pesan sponsor secara frontal juga banyak ditemui sepanjang film Rafathar. Mulai dari Ramayana, Alfamart, Bank Sinarmas, Smartfren, Line, dan masih banyak lagi menjadi product placement promosi yang menjangkau pandang mata penonton. Ada beberapa sponsor yang telah ditempatkan pas seperti penggunaan kostum maskot Robot Andromax dari Smartfren yang digunakan oleh Rafathar di adegan akhir. Ada juga sponsor dengan adegan yang tidak sesuai porsinya, seperti adegan keributan di Ramayana yang kurang begitu ramai hiruk pikuknya. Tidak ada security atau pengunjung yang terganggu atas keributan yang terjadi disitu.
Akibatnya, menonton Rafathar tak perlu begitu khidmat lantaran film ini berada di posisi serba tanggung. Mau mengambil hati penonton segala usia namun plot terlalu rumit bagi anak-anak. Di sisi lain, film ini mendekatkan cerita pada penonton usia belasan ke atas, namun terbentur oleh kombinasi plot yang kurang mengikat. Alhasil, Rafathar terasa hampa dan hambar untuk diikuti sehingga durasi 90 menit pun terasa sangat panjang. Sungguh sangat disayangkan, padahal budget produksi mencapai 15 miliar telah dikeluarkan.
Menurut opini penulis, film Rafathar juga menjual cerita dengan plot twist yang mudah ditebak. Penulis sangat terkejut dengan alur film dan dramaturgi yang kurang dinamis. Unreal movement cameradan cut to cutmembuat sinematografi film ini semakin tidak berisi. Akhirnya, pilar narasi dari sponsor lebih menjual sebagai ajang promosi dari setiap produk yang harus menyatu dalam kisah demi kisah.
Penggunaan elemen Computer Generated Imagery (CGI) untuk mengalirkan kisah juga menjadi masalah yang hinggap di film ini. Tampak sangat kasar dalam proses penyuntingan gambar. Selanjutnya, berulang kali efek muncul tanpa esensi jelas dan terlampau dipaksakan sehingga mengekspos kelemahan cerita itu sendiri. Lihat saja saat adegan robot berwujud ATM dan kulkas tiba-tiba muncul menyentuh klimaks yang membuat kepala penonton bergeleng-geleng. Mungkin saja tim produksi coba mengadopsi konsep ala mesin penghancur transformers yang nyatanya lebih mirip dengan kehadiran naga-naga seperti sinema laga di Indosiar.
Hampir sama dengan film Comic 8 produksi Anggi Umbara sebelumnya, penempatan CGI terkesan apa adanya atau ala kadarnya. Tidak ada yang istimewa. Gabungan green screen yang tidak rapih dan set extension yang terkesan memaksa tetap ditampilkan. Seharusnya apabila anggaran dan waktu produksi tidak memadai untuk memvisualisasikan green screen, bukankah lebih bijak jika adegan disederhanakan saja tanpa harus didorong untuk memaksa tampil bombastis. Penggunaan CGI yang kurang matang bisa mengganggu kenikmatan menonton karena penonton hanya akan menyaksikan adegan demi adegan yang belum tuntas.
Penonton akan semakin dibohongi apalagi efek grafis kekuatan ultra dari sosok Rafathar sama sekali tidak ada sepanjang film. Seharusnya efek tersebut bisa keluar dari jari, tangan, atau tatapan mata Rafathar. Kecanggihan efek CGI pun semakin teruji jika dibanding serial-serial televisi seperti Anak Ajaib, Lorong Waktu, dan Gerhana yang pernah menghiasi layar kaca di tahun 90an. Padahal dari segi promosi, nilai CGI ini mereka jual sebagai point of interest yang membedakan dengan film-film Indonesia lainnya.
Motion capture yang dibuat oleh Epic FX Studio yang berhasil memproduksi film-film besar Hollywood seperti Superman Return, The Incredible Hulk, dan Night at the Museumuntungnya mampu menyelamatkan beberapa adegan.Seperti adegan sosok yang mirip dengan Jokowi sedang sambutan lalu ondel-ondel raksasa berjalan hidup hingga adegan mengejar Rafathar yang berlangsung di dalam rumah, apartemen, sampai jalanan tergarap cukup baik. Mobil dengan segala macam propertinya juga coba dieksekusi meski masih menyentuh ranah sinetron lokal di televisi.
Dibalik itu, materi humor cukup menggoda penulis menyunggingkan senyum terutama saat Agus Kuncoro dengan banyak logat atau dialek yang dipaksakan sengaja tampil all out melalui nyinyirannya. Dilengkapi pula Babe Cabita yang konsisten dengan sifat lupa seperti amnesia sehingga melontarkan ujaran repetitif yang cukup kreatif. Materi misused memeyang viral karena ulah Nagita Slavina juga cukup mengena mengisi kelakar-kelakar lain yang minim eksekusi.
Original soundtrack film Rafathar juga memberi nilai tersendiri karena digarap oleh pasangan musisi profesional, Melly Goeslaw dan Anto Hoed melalui sebuah lagu berjudul Heyy Yoo. Video klip dengan konsep unik dan bertabur bintang seperti Irwansyah, Zaskia Sungkar, Ayushita, Ruben Onsu, Anggy Umbara, dan tak ketinggalan Amy Qanita dan Syahnaz menghiasi proses produksi yang saling mendukung satu sama lain, baik dari kalangan keluarga maupun sahabat Raffi Ahmad dan Nagita Slavina itu sendiri.
Di balik sosok yang menggemaskan, Rafathar memang punya kekuatan super yang bisa membahayakan siapa pun yang mencoba untuk menyakitinya. Tontonan layar lebar bersama keluarga ini pasti akan memaksa kita untuk mengeluarkan derai tawa meski hanya melihat aksi menggemaskan dari sosok Rafathar. Overall, film Rafathar punya kekuatan supranatural tersendiri. Kekuatan supernya tersebut yaitu kekuatan saat penonton tidak mau tersenyum, tapi Rafathar bisa membuat penonton tersenyum sendiri.
Mengapa film ini cepat turun dari layar bioskop Indonesia?
Karena penonton hanya akan dibawa pada konklusi "Memang dari tadi ada cerita yang masuk akal?" . . .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H