Kamu malu dibilang kuno ketika belanja di pasar tradisional? Lebih eksis belanja di mall?!
Persepsi itu saya tepis saat hadir dalam Festival Pasar Rakyat yang diprakarsai oleh Yayasan Danamon Peduli dan Kompasiana di Bentara Budaya Jakarta, tanggal 21 Desember 2016 silam. Ternyata, filosofi pasar rakyat punya nuansa yang berbeda dari biasanya. Banyak jajanan pasar rakyat di festival ini dan para pengunjung bisa langsung icip kesana kemari waktu itu. Ada cilok, piscok, batagor, tahu gejrot, hingga kue yang manis-manis seperti kue apem, dan sejenisnya.
Apalagi Om Garin Nugroho ikut serta tampil dalam musikalisasi dongeng tentang Pasar Rakyat bersama Tante Endah Laras. Sutradara tenar tersebut berkata bahwa interaksi menjadi harga mati yang tak pernah bisa ditemui di pasar modern. Keberadaan pasar rakyat mengajarkan kita bahwa ada tawar menawar untuk mendapatkan harga. Penjual dan pembeli menjalin komunikasi hingga mendapat kesepakatan berarti. Pengalaman sosok Garin Nugroho yang mengunjungi pasar rakyat diberbagai pelosok tanah air, memberikan inspirasi untuk membuat lagu “Pasar Pancasila”.
Salah satu liriknya berbunyi:
‘… Ramaikan, Ramaikan pasar lama
Warna Warni Hidup Bersama … .”
Jangan pandang pasar sebagai tempat kumuh karena Yayasan Danamon Peduli mulai berbenah pasar rakyat. Kaum muda harus menjadikan pasar sebagai tempat interaksi dan belajar merakyat. Sebagai contoh, Kabupaten Balikpapan sebagai kota yang terbilang mahal terus membangun pasar rakyat dengan visi misi ekonomi kerakyatan pasar sebagai infrastruktur utama. Sebegitu pentingkah keberadaan pasar rakyat untuk generasi terkini? . . . .
Saya pun menjawab “ IYA !”. Di pasar rakyat, kita sebagai pembeli akan disapa oleh penjual. Komunikasi terbentuk tak sekedar tentang barang dagangan. Ada transaksi yang tidak memperhitungkan untung dan rugi. Ada spekulasi strategi yang membuat interaksi begitu hakiki. Ada pertukaran informasi tentang kenaikan harga bahan pokok atau bumbu-bumbu dapur yang tersaji. Ada sisi berbagi curahan hati antara penjual dan pembeli. Ada nilai-nilai humanisasi yang begitu memiliki esensi. Semua harus ada di pasar rakyat terkini.
Kondisi demikian pun melatarbelakangi urgensi penentuan Hari Pasar Rakyat Nasional. Hari Pasar harus diangkat agar menjadi aksi dalam sosialisasi Pasar Rakyat yang mulai bersaing dengan minimarket dan hypermarket. Di hari itu, kita akan nikmati nilai-nilai humanis yang wajib dijunjung tinggi. Bertoleransi untuk saling menghormati dan menghargai di pasar rakyat. Jadikan Hari Pasar Rakyat Nasional sebagai tradisi yang bisa diwariskan untuk anak cucu kita nanti.
Pasar rakyat harus mulai mengalami peningkatan. Tidak hanya menjadi poros roda ekonomi, pasar rakyat berpeluang menjadi tempat peningkatan kesejahteraan masyarakat yang mumpuni. Kemajemukan penjual dan pembeli di pasar rakyat bisa mempererat hubungan silaturahmi yang membumi. Semoga saja, masyarakat bisa ikut serta gerakan ke pasar rakyat dengan berkunjung dan menikmati event-event seperti bazzar atau pameran yang menarik untuk rakyat. Kita ciptakan suasana crowded mengunjungi pasar rakyat dengan nuansa kekinian. Bukan hanya untuk acara seremonial belaka, pasar rakyat harus menunjukkan eksistensinya dalam setiap persaingan yang tercipta.
Representasi pasar rakyat akan membuat para pelaku didalamnya merasa terpenuhi kebutuhan hidupnya. Regulasi pasar rakyat harus disesuaikan dengan kebijakan Pemerintah untuk revitalisasi yang bisa menjadi antisipasi para pengelola pasar. Mari lestarikan pasar rakyat agar bisa menghadapi perubahan zaman dan kebijakan pemerintah yang merakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H