Sementara itu seorang antropolog Inggris James Frazer, mencoba memecahkan teka-teki bunuh diri ini dikaitkan dengan pemahaman religi. Teori Frazer tentang batas akal mencoba menjelaskan fenomena ini. Bahwa seseorang dalam kapasitas tertentu akan mencoba memecahkan setiap persoalan hidupnya dengan akal sehat (rasionalitas) nya. Namun batas akal seseorang ini memiliki batas toleransi, di mana bila himpitan persoalan seseorang itu telah mencapai puncaknya dan akal mereka sudah tidak mampu lagi mencerna, maka seseorang cenderung akan memecahkan persoalan hidupnya secara irasional melalui perantaraan religi.
Penguasaan religi seseorang itu menurut Frazer sangat relatif, maka ini kiranya yang dianggap sebagai penguasaan eksternal oleh Ronny Nitibaskara tadi yang menjelaskan bahwa  seseorang itu jadi atau tidaknya melakukan bunuh diri. Pemahaman faktor eksternal yang kuat, dalam hal ini religi dapat menekan perilaku bunuh diri. Dengan demikian religi di sini memiliki fungsi sebagai peredam kegalauan dan kegundahan hati manusia. Maka menurut Frazer seseorang yang cukup kuat penguasaan religinya, mereka akan menyikapi segala persoalan hidupnya dengan sikap mental positif dan adanya rasa kepasrahan (tawakal). Namun mereka yang tidak mampu memecahkan masalah hidupnya dan penguasaan religinya juga rendah, cenderung untuk mengambil jalan pintas dengan jalan bunuh diri.
Terlepas dari berbagai argumen teoretis itu, tampaknya gejala bunuh diri di Indonesia menunjukkan grafik kenaikan. Kondisi ini bila dilihat secara ekonomi sekarang ini memang tidak kondusif untuk sebagian masyarakat. Tingginya angka pengangguran, kenaikan sejumlah harga kebutuhan pokok, kemiskinan, bencana alam, dan konflik horizontal, telah menyebabkan sebagian dari masyarakat kita mengalami kesulitan hidup. Bahkan angka depresi dan potensi stress bagi sebagian masyarakat ibukota justru kinipun menunjukkan ke arah peningkatan. Hal ini mungkin dianggap sebagai pendorong untuk seseorang  melakukan berbagai perilaku menyimpang. Maka konsekuensinya angka kriminalitas seperti pencurian, perampokan, dan pembunuhan menjadi semakin tinggi. Pilihan-pilihan perilaku kriminalitas yang dilakukan sebagian orang  ini bisa jadi disebabkan hanya untuk tetap survive dalam persaingan yang tidak seimbang. Karena untuk memasuki dunia formal dalam pemenuhan ekonomi keluarga bagi sebagian masyarakat krannya sudah tertutup. Tertutup oleh hambatan struktural dan kultural yang dibangun oleh masyarakat sendiri.
Di pihak lain, bagi mereka yang tidak mampu berusaha survival dan melakukan penyimpangan perilaku ditambah memiliki penguasaan eksternal yang rendah maka pilihan bunuh diri adalah yang paling mudah untuk mereka lakukan. Karena dengan bunuh diri dianggap persoalan hidup yang kurang menguntungkan bagi dirinya terselesaikan. Maka jadi wajar bila angka bunuh diri semakin meningkat di tengah alam ekonomi dan belenggu kemiskinan banyak memihak pada kaum yang mudah putus asa karena penguasaan eksternalnya lemah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H